Senin, 24 Mei 2010

Penyangkalan Mendorong Epidemi HIV

Oleh Syaiful W. Harahap*

Jakarta, 24/11-2005. Penyebaran HIV/AIDS secara horizontal antar penduduk terjadi tanpa disadari. Hal ini terjadi antara lain didorong oleh pemahaman yang salah tentang HIV/AIDS sehingga muncul penyangkalan terhadap cara-cara penularan dan pencegahan yang realistis. Kasus HIV/AIDS terus bertambah, termasuk di Sulawesi Selatan. Angka resmi hanya 46 kasus HIV/AIDS. Tapi, angka ini pun tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya.

Epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Artinya, kasus yang terdeteksi hanya sebagian kecil dari kasus yang sebenarnya. Hal ini terjadi karena tidak ada cara yang sistematis untuk mendeteksi kasus-kasus HIV/AIDS di semua kalangan masyarakat. Selama ini yang sering menjadi sasaran hanyalah pekerja seks, waria dan wanita penghibur. Padahal, yang menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal antar penduduk adalah laki-laki yang menjadi pelanggan pekerja seks.

Namun, biar pun kasus HIV/AIDS di Sulawesi Selatan rendah tapi kita tidak bisa melihat epidemi HIV/AIDS kota per kota, daerah per daerah atau negara per negara karena epidemi HIV/AIDS tidak mengenal batas kota, daerah atau negara. Epidemi HIV/AIDS kita lihat secara global karena tidak ada satu tempat pun di muka bumi ini yang bebas HIV/AIDS. Maka, di mana pun kita berada kita bisa tertular HIV kalau kita melakukan perilaku yang dapat menempatkan kita pada posisi perilaku yang berisiko tinggi.

Salah satu perilaku yang berisiko tinggi tertular HIV adalah melakukan hubungan seks (sanggama) penetrasi (penis masuk ke vagina) yang tidak aman (tidak memakai kondom) di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan (seperti pekerja seks perempuan, pelaku kawin-cerai, pekerja seks waria, wanita penghibur, dll.) karena ada kemungkinan salah satu dari pasangan itu HIV-positif.

Epidemi HIV/AIDS kian runyam karena banyak orang yang tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV. Hal ini terjadi karena tidak ada tanda, gejala atau ciri-ciri yang khas HIV/AIDS pada fisik seseorang yang sudah tertular HIV sebelum mencapai masa AIDS (antara 5 – 10 tahun setelah tertular). Tapi, biar pun ada tanda, gejala atau ciri-ciri yang khas AIDS pada fisik seseorang yang sudah tertular HIV dia sudah bisa menularkannya HIV kepada orang lain melalui (a) hubungan seks yang tidak aman (tidak memakai kondom) di dalam dan di luar nikah, (b) transfusi darah, (c) jarum suntik, jarum tindik, jarum tattoo dan alat-alat kesehatan, serta (d) dari seorang ibu yang HIV-positif kepada bayi yang dikandungnya terutama saat persalinan dan menyusui dengan air susu ibu (ASI).

Satu hal yang perlu diingat adalah HIV/AIDS bukan penyakit turunan tapi penyakit menular sehingga bisa dicegah. HIV/AIDS adalah fakta medis. Disebut fakta medis karena HIV/AIDS dapat diuji di laboratorium dengan teknologi kedokteran. Maka, cara-cara penularan dan pencegahannya pun dapat pula dilakukan secara medis dengan teknologi kedokteran.

Namun, pemahaman yang tidak akurat tentang penularan dan pencegahan HIV/AIDS dari aspek medis membuat banyak orang mengabaikan bahkan menyangkal cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS dari aspek medis. Hal ini terjadi karena selama ini materi KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) selalu dibalut dengan moral dan agama sehingga yang muncul hanya mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS. Misalnya, disebutkan HIV menular melalui zina, hubungan seks di luar nikah, pelacuran, waria dan gay.

Padahal, tidak ada kaitan langsung antara penularan HIV dengan hal-hal yang disebutkan di atas karena penularan HIV melalui hubungan seks tanpa kondom, di dalam atau di luar nikah, (bisa) terjadi kalau salah satu dari pasangan itu HIV-positif. Sebaliknya, kalau satu pasangan yang melakukan hubungan seks kedua-duanya HIV-negatif maka tidak akan pernah terjadi penularan HIV biar pun dilakukan di luar nikah.

Penyangkalan terhadap cara-cara penularan dari aspek medis itulah salah satu faktor yang mendorong penyebaran HIV/AIDS secara horizontal antar penduduk. Di negara-negara yang terjadi penyangkalah terhadap cara-cara penularan dan pencegahan dari aspek medis terjadi lonjakan kasus HIV/AIDS. Lagi-lagi hal ini terjadi karena pemahaman yang salah tentang HIV/AIDS sebagai fakta medis.

UNAIDS, badan PBB yang menangani HIV/AIDS, sudah lama mengingatkan agar Indonesia memperhatikan penyebaran HIV/AIDS yang dinilai sangat tinggi. Tapi, lagi-lagi Indonesia menepis peringatan itu. Akibatnya, saat ini Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara di Asia dengan tingkat penyebaran HIV/AIDS yang tinggi. Penyebaran HIV/AIDS dipicu oleh penyangkalan terhadap cara-cara penularan dan pencegahan dari aspek medis serta penyalahgunaan narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya) dengan jarum suntik secara bersama-sama dengan bergiliran.

Salah satu cara untuk mencegah penularan HIV melalui hubungan seks, di dalam atau di luar nikah, adalah dengan menghindarkan pergesekan langsung antara penis dan vagina, antara lain dengan memakai kondom. Soalnya, HIV dalam jumlah yang dapat ditularkan antara lain terdapat pada air mani dan cairan vagina. Maka, kalau air mani tumpah di vagina maka ada risiko penularan HIV kepada perempuan kalau air mani mengandung HIV. Begitu pula sebaliknya kalau penis bersentuhan dengan vagina maka ada risiko penularan HIV dari perempuan ke laki-laki kalau cairan vagina mengandung HIV.

Selama kita terus-menerus menyangkal cara-cara penularan dan pencegahan yang realistis dari aspek medis maka kasus HIV/AIDS akan terus bertambah. Apakah kita harus menunggu kondisi seperti di Afrika, ketika banyak negara yang terpuruk karena penduduknya nyaris punah, baru kita tergerak untuk menerima fakta medis tentang HIV/AIDS?

Fakta menunjukkan di kawasan Afrika, Eropa Barat, Amerika Utara dan Australia kasus infeksi HIV di kalangan penduduk dewasa sudah menunjukkan grafik yang mendatar. Mengapa hal ini terjadi? Ya, karena penduduk di sana menerapkan cara-cara pencegahan yang realistis antara lain menghindari hubungan seks yang berisiko tinggi menularkan HIV.

* Penulis pemerhati masalah HIV/AIDS melalui LSM (media watch) ”InfoKespro” Jakarta (E-mail: infokespro@yahoo.com).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar