Senin, 24 Mei 2010

Pemahaman AIDS yang Tidak Akurat

Tanggapan terhadap Berita Harian “Radar Tegal”

Oleh Syaiful W. Harahap*

Jakarta, 11/5-2006. Selama tiga hari berturut-turut mulai tanggal 8 sampai 10 Mei 2006 harian “Radar Tegal” memuat berita tentang HIV/AIDS: (1) 21 Positif HIV, 3 AIDS, (2) Kabupaten Tegal Epidemi AIDS, dan (3) Dinkes Diminta Proaktif. Salah satu upaya untuk menanggulangi epidemi HIV adalah penyebarluasan informasi yang akurat tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV.

Namun, dalam tiga berita itu justru muncul informasi yang tidak akurat sehingga bisa menyesatkan.

Pertama, tes HIV terhadap pekerja seks komersial (PSK) bersifat survailans untuk mendapatkan prevalensi (perbandingan antara HIV-positif dan HIV-negatif di kalangan PSK pada kurun waktu tertentu) sebagai pegangan dalam merumuskan langkah-langkah penanggulangan. Kalau ada yang PSK yang terdeteksi HIV-positif persoalan bukan pada PSK tapi pada penduduk yang sudah pernah melakukan hubungan seks tanpa kndom dengan PSK karena kalau mereka tertular HIV maka mereka akan menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal di masyarakat. Bagi yang beristri akan menulari istrinya atau perempuan lain yang menjadi pasangannya.

Kedua, yang menularkan HIV kepada PSK adalah laki-laki. Maka, yang paling bersalah adalah laki-laki dan lagi-lagi yang menyebarkan HIV adalah laki-laki.

Ketiga, disebutkan “ …. dinyatakan mengidap virus HIV dan tiga orang lainnya positif AIDS.” Ini tidak akurat karena tidak ada yang positif AIDS tapi sudah mencapai masa AIDS. Seseorang yang tertular HIV akan terdeteksi HIV-positif melalui tes darah yang sudah dikonfirmasi, tapi belum menunjukkan gejala-gejala yang khas pada fisik. Setelah 5 – 10 tahun kemudian akan sampai pada masa AIDS yang ditandai dengan infeksi oportunistik, seperti diare, TBC, dll.

Keempat, pernyaaan “ …. Kabupaten Tegal dikenal sebagai daerah ‘wisata malam’ …. juga tidak akurat karena sama sekali tidak ada kaitan langsung antara ‘wisata malam’ dengan penularan HIV. Ini yang disebut mitos (anggapan yang salah). Penularan HIV melalui hubungan seks bisa terjadi di dalam atau di luar nikah pada siang atau malam hari di lokalisasi atau di luar lokalisasi kalau salah satu satu atau dua-dua dari pasangan itu HIV-positif dan laki-laki tidak memakai kondom.

Kelima, ada lagi pernyataan “ …. Padalah jika identitas mereka diketahui, penangangannya akan lebih komprehensif.” Bukan hanya untuk kasus HIV/AIDS semua keterangan tentang penyakit dalam medical record (catatan medis) merupakan rahasia yang hanya boleh diketahui pasien dan dokter. Pembeberan isi catatan medis harus seizing pasien, jika tidak ada izin maka hal itu merupakan perbuatan yang melawan hukum yang bisa digugat di pengadilan. Lagi pula dalam hal HIV/AIDS yang menjadi persoalan justru penduduk yang sudah tertular tapi tidak terdeteksi sehingga mereka menjadi mata rantai penyebaran HIV tanpa mereka sadari.

Keenam, disebutkan pula “ …. pekerja seks komersial (PSK) yang kedapatan positif terserang HIV/AIDS untuk diisolasi” merupakan pernyataan yang ngawaur karena yang menjadi persoalan besar adalah penduduk yang sudah tertular HIV tapi tidak terdeteksi. Penduduk Tegal atau Batang bisa saja tertular HIV di luar daerah atau di luar negeri. Selain itu mengisolasi PSK juga merupakan perbuatna yang melawan hukum dan pelanggaran berat terhadap HAM.

Ketujuh, pernyataan “ …. segera diambil langkah-langkah preventif yang diperlukan agar tidak menyebar ke orang lain” merupakan gambaran betapa masih banyak yang tidak memahami penularan HIV dengan akurat. Sebagai virus HIV tidak bisa menyebar karena hanya menular melalui cara-cara yang sangat spesifik.

Selama materi KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) tentang HIV/AIDS tidak diberikan secara akurat kepada masyarakat maka epidemi HIV akan terus berlangsung dan akan menjadi ‘bom waktu’ ledakan HIV/AIDS kelak.

* Penulis pemerhati masalah HIV/AIDS melalui LSM (media watch) ”InfoKespro” Jakarta (E-mail: infokespro@yahoo.com).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar