Senin, 24 Mei 2010

Penularan HIV Bisa Dicegah

Tanggapan terhadap Berita Harian “Suara Merdeka”

Oleh Syaiful W. Harahap*

Jakarta, 20/10-2003. Berita “Soal AIDS, Jangan Hanya Berpolemik” yang dimuat di Harian “Suara Merdeka” edisi 20 Oktober 2003 lagi-lagi menyuburkan mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS.

Misalnya, disebutkan “ …. bagaimana menghentikan pertumbuhan penyakit mematikan itu”. Semua penyakit mematikan. Bahkan, penderita demam berdarah dan muntaber hanya hitungan jam menjelang maut jika tidak ditangani secara medis. Sedangkan seseorang yang terinfeksi HIV baru mencapai masa AIDS antara 5-10 tahun.

Penularan HIV dapat dicegah dengan teknologi kedokteran yakni menghindarkan diri dari perilaku berisiko tinggi tertular HIV yaitu (1) tidak melakukan hubungan seks (heteroseks, seks oral, seks anal atau homoseks) tanpa kondom dengan pasangan yang berganti-ganti di dalam dan di luar nikah, (2) tidak melakukan hubungan seks (heteroseks, seks oral, seks anal atau homoseks) tanpa kondom dengan seseorang yang suka berganti-ganti pasangan di dalam dan di luar nikah, (3) tidak menerima transfusi darah yang tidak diskrining, dan (4) tidak memakai jarum suntik secara bersama-sama dengan bergiliran.

Angka 191 sebagai kasus HIV/AIDS di Semarang juga tidak dijelaskan karena angka yang dikeluarkan Depkes tanggal 2 Oktober 2003 di Jawa Tengah kasus HIV/AIDS tercatat 98. Apakah angka 191 hasil survailans tes HIV atau angka kasus HIV-positif dan AIDS yang dilaporkan?

Pernyataan “ ….penularan HIV/AIDS sebagian besar karena hubungan seks seperti oral, anal, ciuman dalam” tidak akurat karena data menunjukkan penularan utama HIV secara global justru melalui heteroseks (laki-laki ke perempuan atau sebaliknya). Ada pula disebutkan “….faktor keturunan ibu hamil penderita HIV/AIDS”. Ini pun tidak akurat karena HIV/AIDS bukan penyakit keturunan. HIV adalah penyakit menular seperti flu, hepatitis, dll. Seorang perempuan yang HIV-positif berisiko menularkan HIV kepada bayi yang dikandugnya ketika persalinan dan menyusui dengan ASI (air susu ibu).

Di bagian lain disebut pula “ ….langkah memerangi penyakit itu masih terganjal oleh sikap masyarakat sendiri. Masih ada stigma dan diskriminasi yang dilakukan masyarakat umum terhadap penderita HIV/AIDS.” Ini tidak objektif karena selama ini masyarakat dibodohi oleh orang-orang yang membicarakan HIV/AIDS yang membalut lidahnya dengan moral dan agama sehingga yang muncul adalah mitos.

Pernyataan Nurul Arifin tentang remaja pengguna narkoba pun sangat tidak fair karena tidak membandingkannya dengan pengguna narkoba di kalangan dewasa. Hal ini hanya memojokkan remaja.
* Penulis pemerhati masalah HIV/AIDS melalui LSM (media watch) ”InfoKespro” Jakarta (E-mail: infokespro@yahoo.com).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar