Senin, 24 Mei 2010

Tidak Ada Kaitan Buruh dengan HIV

Tanggapan terhadap Berita Harian ”Republika”

Oleh Syaiful W. Harahap*

Jakarta, 3/10-2003. Berita “Buruh Pabrik Rentan Terjangkit Virus HIV” yang dimuat Harian “REPUBLIKA” edisi 2 Oktober 2003 di halaman 3 tidak akurat karena tidak ada hubungan langsung antara buruh pabrik dengan kerentanan terjangkit HIV.

Dalam berita itu disebutkan “Di wilayah Bogor yang memiliki banyak pabrik dan industri, sekitar 500 orang terindikasi terinveksi virus HIV”. Sebagai fakta medis penularan HIV tidak bisa diindikasikan terjadi pada seseorang karena diagnosis HIV hanya bisa dilakukan melalui hasil tes darah di laboratorium. Sangat disayangkan sebagai lembaga internasional ILO mengumbar data yang tidak disertai dengan penjelasan yang akurat. Dari mana angka itu diperoleh? Apakah angka itu hasil survailans tes HIV? Kapan survailans dilakukan? Di kalangan mana survailans dilakukan?

Dalam disebutkan buruh pabrik rentan tertular HIV. Ini jelas ngawur. Sama sekali tidak ada kaitan langsung antara buruh pabrik dengan penularan HIV. Penularan HIV melalui hubungan seks hanya bisa terjadi kalau salah satu dari pasangan HIV-positif. Ini fakta medis. Jadi, penularan sama sekali tidak terkait dengan sifat hubungan seks (di luar nikah, di dalam nikah, homoseksual, dll.) tapi kondisi hubungan seks (seks aman atau seks tidak aman). Biar pun hubungan seks dilakukan di luar nikah, zina, sodomi, dll. kalau kedua pasangan itu HIV-negatif tidak akan pernah terjadi penularan HIV. Sebaliknya, biar pun hubungan seks dilakukan di dalam ikatan pernikahan yang sah kalau salah satu dari pasangan itu HIV-positif dan hubungan seks dilakukan tanpa memakai kondom (seks tidak aman) maka ada risiko (kemungkinan) penularan HIV.

Di bagian berita itu disebutkan “Umumnya mereka terjangkit setelah berhubungan dengan wanita atau pria yang bukan pasangan sahnya”. Pernyaan ini menyesatkan karena tidak ada hubungan langsung antara penularan HIV dengan status pernikahan. Seseorang berisiko tertular HIV jika melakukan perilaku-perilaku berisiko tinggi tertular HIV yaitu (1) melakukan hubugnan seks (sanggama) penetrasi tanpa kondom dengan pasangan yang berganti-ganti di dalam dan di luar nikah, (2) melakukan hubugnan seks (sanggama) penetrasi tanpa kondom dengan seseorang yang suka berganti-ganti pasangan di dalam dan di luar nikah, (3) menerima transfusi darah, dan (4) memakai jarum suntik dan semprit secara bersama dengan bergiliran dan bergantian.

Pada bagian lain disebutkan “masyarakat yang menurut ILO terindikasi virus HIV itu merupakan pekerja usia produktif”. Pernyataan ini bisa menyesatkan karena tidak disertai penjelasan yang bernalar. Soalnya, HIV tidak bisa memilih-milih siapa yang akan terinfeksi.

Pernyataan Mar’ie Muhammad yang menyebutkan salah satu cara meminimalkan penyebaran HIV adalah dengan memberantas praktik prostitusi. Ini juga tidak akurat karena di negara-negara yang sama sekali tidak ada prostitusi banyak kasus HIV/AIDS yang dilaporkan. Jadi, tidak ada hubungan langsung antara prostitusi dengan penularan HIV.

Kaitan narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya) dengan HIV/AIDS hanya terjadi pada penggunaan narkoba dengan jarum suntik. Itu pun kalau satu jarum suntik dipakai bersama-sama dengan bergiliran dan salah satu di antara mereka HIV-positif. Kalau semuanya HIV-negatif tidak akan pernah terjadi penularan HIV.

* Penulis pemerhati masalah HIV/AIDS melalui LSM (media watch) ”InfoKespro” Jakarta (E-mail: infokespro@yahoo.com).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar