Senin, 24 Mei 2010

Menyoal Manfaat Perda AIDS

Oleh Syaiful W. Harahap*

Saat ini sudah ada beberapa kota, kabupaten, dan provinsi yang meneluarkan Perda AIDS tapi hasilnya ‘nol besar’ karena perda itu tidak memberikan cara-cara pencegahan HIV yang realistis. Pemprov. Banten pun rupanya ikut-ikutan pula merancang Perda AIDS (Perda AIDS Digagas, di Harian “Radar Banten” edisi 23/6-2008).

Perda Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia bermula Kab. Merauke yang menelurkan Perda No. 5/2003 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Human Imunodeficiency Virus/Acquired Imunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS) dan Infeksi Menular Seksual (IMS). Setelah Merauke lahir lagi perda sejenis di Kab. Nabire (2003), Prov. Jatim (2004), Kab. Puncak Jaya (2005), Kota Sorong (2006), Prov. Bali, (2006), Prov. Riau (2006), dan Kota Palembang (2007).

Mengabaikan Fakta

Ide pembuatan Perda di Indoenesia ‘mengekor’ ke Thailand yang dikabarkan bisa menekan kasus infeksi HIV baru di kalangan dewasa dengan menerapkan program “Wajib Kondom 100 Persen”. Namun, hal ini tidak bisa diterapkan di Indonesia karena (a) penolakan terhadap kondom, dan (b) tidak ada lokalisasi pelacuran ‘resmi’.

Pengekoran terhadap program di Thailand pun tidak komprehensif karena hanya mengambil salah satu aspek saja dari serentetan program yang komprehensif. Keberhasilan Thailand menanggulangi HIV/AIDS adalah melalui peningkatan peran media massa sebagai media pembalajaran masyarakat, pendidikan sebaya (peer educator), pendidikan HIV/AIDS di sekolah, pendikan HIV/AIDS di tempat kerja di sektor pemerintah dan swasta, pemberian keterampilan, promosi kondom, dan program kondom 100 persen di lingungan industri seks. Yang dicontek hanya ekor program sehingga penanggulangan HIV/AIDS melalui Perda yang mengekor ke Thailand tidak efektif.

Mengapa di Papua banyak ibu rumah tangga yang tertular HIV? Ya, karena ditulari oleh suami mereka. Ini menunjukkan suami-suami mereka pernah atau sering melakukan perilaku berisiko yaitu melakukan hubungan seks tanpa kondom, di dalam atau di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK), di Papua atau di luar Papua.

Sayang, Perda yang ditelurkan di Papua khusunya dan di Indonesia umumnya tidak melihat fakta di atas. Perda lebih banyak yang memakai moral sebagai cara untuk mencegah penularan HIV. Ada Perda yang memberikan cara pencegahan dengan dengan meningkatkan ’iman dan taqwa’, melarang penduduk melakukan hubungan seks di luar nikah, melakukan hubungan seks dengan perempuan yang bukan istri, atau melarang hubungan seks yang menyimpang. Anjuran ini tidak akurat karena sama sekali tidak ada kaitannya secara langsung dengan penularan HIV.

Menggantang Asap

Sebagai virus HIV terdapat dalam (a) cairan darah (laki-laki dan perempuan), (b) air mani (laki-laki, pada sperma tidak ada HIV), (c) cairan vagina (perempuan), dan (d) air susu ibu/ASI (perempuan). Penularan HIV melalui darah yang mengandung HIV bisa terjadi melalui transfusi darah, jarum suntik, jarum tindik, jaum akupunktur, jarum tattoo, alat-alat kesehatan, dan cangkok organ tubuh. Penularan HIV melalui air manu dan cairan vagina yang mengandung HIV bisa terjadi pada saat hubungan seks, di dalam atau di luar nikah, penetrasi tanpa kondom. Penularan HIV melalui ASI yang mengandung HIV bisa terjadi melalui proses menyusui. Cara-cara penularan ini jelas tidak ada kaitannya secara langsung dengan norma, moral, dan agama.

Penularan HIV melalui hubungan seks terjadi tanpa disadari. Untuk itulah yang perlu disampaikan kepada penduduk agar mereka menghindari perilaku berisiko tinggi tertular HIV yaitu melakukan hubungan seks tanpa kondom, di dalam atau di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK, karena ada kemungkinan salah satu dari mereka HIV-positif.

Kalau materi dalam Perda-perda itu tetap mengedepankan norma, moral, dan agama tentulah tidak menyentuh persoalan yang mendasar karena HIV/AIDS adalah fakta medis. Artinya dapat diuji di laboratorium dengan teknologi kedokteran sehingga cara-cara pencegahannya pun dapat dilakukan dengan teknologi medis yang benar-benar masuk akal dan dapat dilakukan oleh setiap orang.

Apakah Perda AIDS yang akan ditelurkan Pemprov Banten juga senasib dengan perda-perda yang sudah ada? Kalau ini yang terjadi maka hal itu merupakan pekerjaan yang sia-sia. Menggantang asap.

* Penulis pemerhati masalah HIV/AIDS melalui LSM (media watch) ”InfoKespro” Jakarta (E-mail: infokespro@yahoo.com).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar