Senin, 24 Mei 2010

Rutan ‘Menularkan’ AIDS?

Tanggapan terhadap Berita Harian “Media Indonesia”

Oleh Syaiful W. Harahap*

Jakarta, 13/4-2003. Berita “Pengidap HIV di Rutan Meningkat 10% Tiap Tahun” yang dimuat Harian “Media Indonesia” edisi 13 April 2003 (Kesehatan) mengesankan rutan dan lapas sebagai ‘tempat yang dapat menularkan HIV/AIDS’.

Anggapan ini terjadi karena tidak dijelaskan bagaimana dan mengapa ada peningkatan kasus HIV/AIDS di rutan dan lapas. Apakah peningkatan itu terjadi karena terjadi penularan di rutan dan lapas? Lalu, bagaimana bisa terjadi penularan di rutan dan lapas?

Dalam berita disebutkan tes HIV terhadap napi menunjukkan ada yang HIV-positif. Pernyataan ini menggiring pembaca kepada kenyataan bahwa napi itu tertular di rutan. Mengapa anggapan ini terjadi? Hal ini terjadi karena tidak ada tes HIV bagi yang akan masuk ke rutan atau lapas.

Tes HIV bagi yang akan masuk ke rutan dan lapas perlu karena akan diketahui status HIV mereka. Selain itu diketahui pula berapa penghuni yang HIV-positif dan HIV-negatif. Kemudian dilakukan survailas pada rentang waktu tertentu sehingga diperoleh angka yang dapat menunjukkan peningkatan atau penurunan kasus HIV/AIDS.

Apakah hal ini dilakukan? Kalau tidak maka ada kemungkinan peningkatan kasus HIV/AIDS di rutan dan lapas terjadi karena yang baru masuk memang sudah HIV-positif. Tapi, karena dalam berita itu tidak dijelaskan maka muncul lagi mitos (anggapan yang salah) baru tentang HIV/AIDS: “rutan dan lapas dapat menularkan HIV/AIDS”. Ini ‘kan menyesatkan.

Pernyataan yang mengaitkan homoseksual dengan penularan HIV juga tidak akurat karena penularan HIV pada hubungan seks sesama jenis terjadi karena salah satu dari mereka HIV-positif dan hubungan seks dilakukan tidak memakai kondom. Ini fakta. Pernyataan itu lagi-lagi menyuburkan mitos. Cara yang ditempuh dengan memberikan izin mengunjungi keluarga juga tidak fair karena tidak ada kesempatan bagi yang belum berkeluarga untuk menyalurkan kebutuhan biologisnya.

Pada bagian lain disebutkan “…. program subsitusi di mata humum semuanya tidak benar.” Wah, apakah hukum merupakan titah atau firman Tuhan yang tidak bisa diperbaiki atau diganti? Untuk apa mempertahankan aturan kalau menyengsarakan?

* Penulis pemerhati masalah HIV/AIDS melalui LSM (media watch) ”InfoKespro” Jakarta (E-mail: infokespro@yahoo.com).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar