Sabtu, 29 Mei 2010

Mengendalikan Penyebaran HIV di Sumbar

Oleh Syaiful W. Harahap

“MUI Desak BNK Serius Tangani HIV/AIDS” Ini berita di Harian “Padang Ekspres” (13/6-2008). Berita ini menunjukkan pemahaman terhadap (epidemi) HIV/AIDS masih diselimuti dengan mitos (anggapan yang salah). Selama materi KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) tentang HIV/AIDS dibalut dengan norma, moral, dan agama maka yang muncul hanya mitos. Sampai 31/12-2008 kasus AIDS di Sumbar, termasuk Bukittinggi, yang dilaporkan mencapai 204. Angka ini menempatkan Sumbar pada peringkat 12 secara nasional.

Dalam berita itu muncul kesan bahwa di Bukittinggi tidak akan ada kasus HIV/AIDS karena “ …. Bukittinggi yang telah dicanangkan sebagai kota pendidikan berbasis aqidah.” Inilah salah satu mitos karena tidak ada kaitan langsung antara norma, moral, dan agama dengan epidemi HIV.

Pemahaman yang keliru ini terjadi karena selama ini materi KIE selalu dibalut dengan norma, moral, dan agama sehingga yang muncul hanya mitos. Misalnya, penularan HIV dikait-kaitkan dengan zina, pelacuran, ‘jajan’, selingkuh, ‘seks bebas’, waria, dan homoseksual (gay). Padahal, penularan HIV melalui hubungan seks bisa terjadi di dalam atau di luar nikah kalau salah satu dari pasangan itu HIV-positif (mengidap HIV) dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama. Sebaliknya, kalau dua-duanya HIV-negatif (tidak mengidap HIV) maka tidak ada risiko tertular HIV biar pun hubungan seks dilakukan dengan zina, pelacuran, ‘jajan’, selingkuh, ‘seks bebas’, waria, dan homoseksual.

Tanpa Gejala

HIV adalah virus. Dalam jumlah yang dapat ditularkan HIV terdapat dalam cairan darah (laki-laki dan perempuan), air mani (laki-laki, di dalam sperma tidak ada HIV), cairan vagina (perempuan), dan air susu ibu/ASI (perempuan).

Penularan HIV melalui darah bisa terjadi kalau darah yang mengandung HIV masuk ke dalam tubuh melalui transfusi darah dan pemakaian jarum suntik, jarum tindik, jarum akupunktur, jarum tattoo, alat-alat kesehatan dan cangkok organ tubuh. Penularan HIV melalui air mani dan cairan vagina bisa terjadi pada saat hubungan seks tanpa kondom, di dalam atau di luar nikah, dengan pasangan yang HIV-positif. Penularan HIV melalui ASI bisa terjadi pada proses menyusui antara seorang ibu yang HIV-positif dengan bayinya.

Bertolak dari fakta cara-cara penularan HIV maka tidak ada kaitannya secara langsung dengan norma, moral, dan agama. Pencegahannya pun dapat dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal yaitu melindungi diri agar tidak kemasukan cairan darah, air mani, cairan vagina, dan ASI yang mengandung HIV.

Dalam berita juga disebutkan “Agar penyakit berbahaya tersebut tidak menular kepada warga lain ….” Pernyataan ini muncul karena pemahaman yang tidak komprehensif terhadap HIV/AIDS. Sebagai virus, HIV tidak menular melalui udara, air, dan pergaulan sosial, seperti berpelukan, berjabat tangan, makan minum bersama, dan berenang bersama. HIV hanya menular melalui cara-cara yang sangat khas seperti yang disebutkan di atas.

Persoalan besar pada epidemi HIV adalah kita tidak bisa mengenali orang-orang yang sudah tertular HIV sebelum masa AIDS (antara 5-10 tahun setelah tertular HIV) karena tidak ada tanda, gejala atau ciri-ciri yang khas AIDS pada fisiknya. Akibatnya, banyak orang yang tidak menyadari kalau dirinya sudah tertular HIV. Tapi, pada kurun waktu itu seseorang yang sudah tertular HIV sudah bisa menularkan HIV kepada orang lain tanpa disadarinya melalui (a) hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah, (b) transfusi darah yang tidak diskrining HIV, (c) jarum suntik, (d) cangkok organ tubuh, dan (e) ASI.

Perilaku yang bisa menyebabkan seseorang tertular HIV, adalah: (a) melakukan hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti karena ada kemungkinan salah satu dari mereka HIV-positif, (b) melakukan hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK), karena ada kemungkinan salah satu dari pasangan mereka HIV-positif, (c) memakai jarum suntik secara bersama-sama dengan bergiliran, seperti yang dilakukan oleh penyalahguna narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya).

Tes HIV

Biar pun identitas orang-orang yang terdeteksi HIV-positif diungkapkan sama sekali tidak ada manfaatnya karena di masyarakat jauh lebih banyak orang yang tidak terdeteksi sebagai pengidap HIV. Semua jenis penyakit adalah bersifat rahasia sebagai catatan medis yang hanya boleh diungkapkan dengan izin ybs. atau diperintahkah oleh pengadilan.

Yang menjadi persoalan besar adalah orang-orang yang sudah tertular HIV tapi belum terdeteksi. Mereka inilah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal antar penduduk. Jika dia seorang suami maka dia akan menularkan HIV kepada istrinya. Kalau istrinya tertular maka ada risiko penularan HIV kepada bayi yang dikandungnya (HIV bukan penyakit turunan tapi penyakit menular).

Disebutkan pula “ …. sumber utama penularan HIV/AIDS lebih banyak berasal dari jarum suntik yang dipakai untuk narkoba.” Ini tidak akurat karena ada fakta yang sering luput.

Kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi di kalangan pengguna narkoba terjadi karena mereka diwajibkan tes HIV ketika hendak menjalani rehabilitasi atau pengobatan. Ini pulalah yang menyebabkan kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi di kalangan usia muda.

Sebaliknya, orang-orang dewasa yang melakukan perilaku berisiko tertular HIV tidak ada mekanisme yang menjerat mereka untuk menjalani tes HIV. Kasus HIV/AIDS di kalangan dewasa yang tertular melalui hubungan seks pada perilaku berisiko kelak akan menjadi ‘bom waktu’ ledakan AIDS.

Sudah saatnya digencarkan penyuluhan dengan materi KIE HIV/AIDS yang akurat. Kepada orang-orang yang perilakunya berisiko tinggi tertular HIV, baik dilakukan di Sumbar atau di luar Sumbar, agar menjalani tes HIV.

Makin banyak kasus HIV/AIDS terdeteksi maka kian banyak pula mata rantai penyebaran HIV yang dapat diputus.

[Sumber: Newsletter ”infoAIDS” edisi No. 5/Maret 2009]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar