Kamis, 27 Mei 2010

Tidak Ada Kaitan Penularan HIV dengan ‘Seks Bebas’

Tanggapan terahdap Berita di Harian “Kaltim Post”

Oleh Syaiful W. Harahap*

Berita “Didominasi Akibat Seks Bebas, Penderita HIV/AIDS di Balikpapan Meningkat” (Harian ”Kaltim Post”, 16/5-2010) menunjukkan pemahaman yang tidak akurat terhadap HIV/AIDS sebagai fakta medis. Kondisi inilah yang membuat HIV/AIDS menjadi masalah besar karena kemudian banyak orang yang tidak mengetahui cara-cara penularan dan pencegahan yang akurat.

Dalam berita disebutkan” “Tahun demi tahun, jumlah pengidap HIV/AIDS di Kota Minyak terus bertambah. Bak bukit pasir yang hanya terkikis dengan datangnya kematian. Namun, jumlah penderita yang meninggal tak sebanding dengan peningkatan jumlah penderita.” Ini juga menunjukkan pemahaman yang rendah terhadap cara-cara pelaporan kasus HIV dan AIDS. Pelaporan kasus HIV dan AIDS di Indonesia dilakukan secara kumulatif. Artinya, angka yang sudah ada akan terus bertambah seiring dengan penemuan kasus-kasus baru. Kasus yang sudah meninggal pun tetap ada dalam laporan sehingga angka kasus tidak akan pernah turun. Data di Unit Pelayanan AIDS RSKD 2009, tercatat 32 penderita HIV/AIDS di Kota Beriman. Pada 2010 jumlah itu bertambah 8 penderita, dan meninggal 3 orang.

Ada pula pernyataan: “Salah satunya warga Kelurahan Manggar yang diduga meninggal karena virus mematikan tersebut pada awal pekan lalu.” Yang menyebabkan kematian pada Odha (Orang dengan HIV/AIDS) bukan virus (HIV) atau AIDS, tapi penyakit-penyakit yang menyerang setelah masa AIDS. Seseorang yang tertular HIV tidak akan merasakan gejala yang khas AIDS pada dirinya. Kondisi ini berlangsung antara 5 - 10 tahun sejak tertular. Tapi, pada rentang waktu ini orang-orang yang sudah tertular HIV tapi belum menunjukkan gejala bisa menularkan HIV kepada orang lain tanpa dia sadari. Misalnya, melalui hubungan seks dengan istrinya atau perempuan lain.

Ada lagi pernyataan: “ …. 8 penderita baru itu mengidap HIV disebabkan seks bebas dengan sering bergonta-ganti pasangan.” Penularan HIV melalui hubungan seks, di dalam atau di luar nikah, bukan karena sifat hubungan seks (’seks bebas atau zina) tapi kondisi hubungan seks yaitu pasangannya HIV-positif dan laki-laki tidak memakai kondom.

Disebutkan pula: “ ada oknum pekerja seks komersial (PSK) yang telah mengidap HIV pada lokalisasi di Balikpapan.” Kalau saja wartawan yang menulis berita ini melihat fakta ini di tataran realitas sosial maka ada beberapa kemungkinan terkait dengan PSK yang mengidap HIV itu.

Pertama, kemungkinan PSK itu tertular HIV dari penduduk lokal atau pendatang. Jika ini yang tejadi maka di masyarakat sudah ada penduduk Balikpapan yang mengidap HIV tapi tidak terdeteksi. Maka, penduduk yang HIV-positif itu akan menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal. Kalau dia sudah beristri maka dia akan menularkan HIV kepada istrinya atau perempuan lain. Kalau isterinya tertular maka ada risiko penularan HIV secara vertikal kepada anak yang kelak dikandungnya.

Kedua, kemungkinan PSK itu sudah tertular ketika tiba di Balikpapan. Jika ini yang terjadi maka penduduk lokal atau pendatang yang melakukan hubungan seks tanpa kondom dengan PSK tadi berisiko tinggi tertular HIV jika mereka tidak memakai kondom ketika melakukan hubungan seks. Penduduk lokal atau pendatang yang tertular HIV akan menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal.

Ada lagi pernyataan: “Dikhawatirkan, jumlah penderita HIV/AIDS akan terus bertambah bila oknum PSK itu terus beroperasi.” Ini ’kan cara pandang yang naif. Biar pun ada PSK atau penduduk yang HIV-positif selama tidak terjadi hubungan seks tentu tidak ada risiko penularan HIV. Biar pun PSK itu ’dihabisi’ tetap saja ada risiko penularan HIV kalau ada penduduk Balikpapan yang melakukan hubungan seks, di dalam atau di luar nikah, tanpa kondom dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan di luar Balikpapan atau di luar negeri. Selain itu di masyarakat sudah ada penduduk lokal yang mengidap HIV maka ada risiko penularan HIV melalui hubungan seks, transfusi darah, dan penggunaan jarum suntik secara bergantian.

Ada himbauan: “Kami mengimbau agar warga jangan malu-malu untuk memeriksakan kondisi tubuhnya ke VCT RSKD bila menemukan gejala-gejala seperti HIV.” Ini tidak akurat karena tidak ada gejala yang khas HIV atau AIDS. Yang harus menjalani tes HIV adalah orang-orang (laki-laki dan perempuan) yang pernah melakukan hubungan seks, di dalam atau di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan di Balikpapan atau di luar Balikpapan.

Ini juga pernyataan: ” .... menurut Salman, District Project Officer Global Fund AIDS – LSM peduli HIV/AIDS – mengatakan bahwa, jumlah penderita di Balikpapan cukup banyak. Hal ini disebabkan masyarakat Balikpapan yang mayoritas merupakan pendatang dengan riwayat kesehatan yang berbeda-beda.” Tidak ada kaitan antara pendatang dan riwayat kesehatan dengan penularan HIV. Pernyataan ini mengesankan HIV dibawa pendatang sehingga mendorong stigma dan diskriminasi terhadap pendatang.

* Penulis pemerhati masalah HIV/AIDS melalui LSM (media watch) ”InfoKespro” Jakarta (E-mail: infokespro@yahoo.com).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar