Senin, 01 Maret 2010

Tanggapan terhadap Buku UNICEF

Tanggapan terhadap Buku UNICEF: Kumpulan Karangan dan Puisi tengang HIV dan AIDS dari Sahabat di Papua

Membiarkan Remaja Berjalan dengan Pikirannya yang Terkontaminasi Moral

Oleh Syaiful W. Harahap*

Biar pun informasi seputar HIV dan AIDS yang akurat sudah banjir, tapi tetap saja ada yang tidak melihat HV dan AIDS sebagai fakta medis. Jika hal ini terjadi pada remaja maka itu pertanda buruk karena hal itu akan melekat pada pikiran mereka selamanya. Itulah yang ada dalam buku “Tanda Sayang untuk Ko, Kumpulan Karang dan Puisi tentang HIV dan AIDS dari Sahabat di Papua” diterbitkan oleh UNICEF, 2006.

Sangat sulit untuk mempus pendapat yang melekat pada pikiran seseorang. Karena buku itu kemudian dibagikan kepada para penulis yang merupakan pemenang lomba maka diperlukan tanggapan yang objektif terhadap buah pikiran anak-anak remaja itu. Tapi, dalam buku itu sama sekali tidak ada tanggapan terhadap pendapat remaja-remaja itu.

Dari beberapa tulisan dan puisi ada kesan bahwa hanya HIV dan AIDS saja yang menyengsarakan. Ini tentu saja menyuburkan stigmatisasi (pemberian cap buruk) dan diskriminasi (perlakuan yang berbeda) kepada Odha (Orang dengan HIV dan AIDS). Entah apa yang merasuki anak-anak itu sehingga membawa mereka pada kesimpulan bahwa HIV dan AIDS merupakan penyakit yang paling berbahaya dan mematikan. Ini menyesatkan.

Sayang, tidak ada tanggapan terhadap tulisan dan puisi anak-anak itu yang merupakan umpan balik bagi mereka agar mereka bisa melihat realitas terkait dengan HIV dan AIDS.

Lihat saja puisi Rintihan Hati yang Menangis, Mangasi Siahaan, II E SMPN 9 Sorong, yang masuk kategori karya terbaik. Ada kalimat “Penyesalan kemudian tiada berguna”. Apakah hanya Odha yang mereka menyesal? Penularan HIV pada lebih dari 90 persen Odha terjadi tanpa mereka sadari. Sebaliknya, remaja-remaja yang tawuran atau kecelakaan lalu lintas jelas sudah mengetahui hal itu sejak awal sebelum mereka lalukan.

Sedangkan Odha banyak yang tidak mengetahui cara-cara penularan HIV yang akurat karena selama ini materi KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) tentang HIV dan AIDS dibalut dengan norma, moral, dan agama sehingga menenggelamkan fakta medis terkait HIV dan AIDS. Yang muncul kemudian adalah mitos (anggapan yang salah).

Seorang remaja putrid di sebuah pusat rehabilitasi narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya) di Bogor, Jawa Barat, misalnya, menyalahkan media massa karena selama ini dia mengetahui penularan HIV hanya karena zina, melacur, selingkuh, dll. Maka, tanpa dia sadari dia pun tertular HIV melalui jarum suntik yang dipakainya bergatian pada pemakaian narkoba.

Begitu pula dengan karya tulis Narkoba, MTSn Mariyai. “Di zaman yang modern seperti sekarang ini, tentunya kata “NARKOBA” sudah tidak asing lagi bagi kita semua.” Ini juga menyesatkan. Narkoba sudah lama dikenal. Sama sekali tidak ada kaitannya secara langsung dengan modern.

Di bagian lain dia sebutkan “Selain lem aica aibon, didalam “NAPZA” juga terdapat berbagai jenis alcohol, ganja dan obat-obatan lainnya yang dapat merusak sel-sel otak ….” Lagi-lagi anak-anak ini mendapat informasi yang tidak akurat karena narkoba juga merupakan obat, khususnya obat anestesi (dahulu dikenal sebagai obat bius). Penulis juga berkesimpulan bahwa penyualahgunaan narkoba karena “ingin lagi dan kebosanan”. Ini juga ‘retorika’ yang sering disampaikan banyak kalangan. Padahal, sama sekali tidak ada kaitan langsung penyahgunaan narkoba dengan kebosanan. Seorang psikiater di Jakarta yang menangani penyalahguna narkoba sejak awal tahun 1980-an menemukan banyak kasus yang sama sekali tidak terkait dengan kondisi keluarga. Misalnya, murid-murid yang tidak mendapat perhatian di sekolah karena mereka berada pada posisi tidak pintar dan tidak bodoh.

Penulis ini sudah menyuburkan stigma dan diskriminasi terhadap penyalahguna narkoba dengan mengatakan: “Selain itu kita juga dapat mencegah agar diri kita tidak terjerumus ke dalam pengaruh ‘NAPZA” yang hanya bersifat kesenangan sesaat. Kita dapat mencegahnya dengan cara membatasi diri untuk tidak bergaul dengan orang-orang yang telah terjerumus ke dalam “NAPZA”. Disebutkan pula “PRESTASI YES, NARKOBA NO.” Remaja ini khilaf anak-anak yang amandel prestasinya bisa anjlok. Maka amandel harus dioperasi dengan memakai narkoba agar prestasinya bisa naik.

Tulisan ”Alat Reproduksi yang Tidak Sehat Akan Mempengaruhi Kesehatan Kita Semua”, karya Mersi Ovalin Arabnya, SMP PGRI Salawati, Sorong. Penulis ini menyebutkan “Hal-hal seperti diatas juga dialami oleh remaja Papua yang berpacaran lalu berhubungan seks dan karena hubungan seks bebas yang mereka lakukan tanpa mengetahui resikonya, mereka juga akan terserang penyakit IMS.” Ini benar-benar menyesatkan. Remaja semuda ini sudah mendapatkan informasi yang keliru. Kasihan.

Penggunaan istilah ‘seks bebas’ di Indonesia rancu karena merupakan terjemahan bebas dari free sex yang justru tidak dikenal dalam kosa kata Bahasa Inggris. Kalau ‘seks bebas’ diartikan sebagai hubungan seks di luar nikah maka sama sekali tidak ada kaitannya secara langsung dengan penulran HIV dan IMS. Ini fakta.

Di bagian lain juga penulis ini menyatakan risiko yang dihadapi remaja adalah aborsi. Fakta yang diperoleh dari sebuah penelitian di sembilan kota di Indonesia menunjukkan lebih dari 80 persen pelaku aborsi justru perempuan yang terikat dalam pernikahan yang sah. Aborsi pada remaja terjadi karena desakan orang tua. Celakanya, hanya remaja putri yang hamil yang dicerca sedangkan remaja putra yang menghamili luput dari cercaan. Ini diskrimnasi yang dimurkai Tuhan.

Tulisan “Ayo! Kitorang Sama-sama Berantas HIV dan AIDS” karya Christin Devi Aryani, VIII F, SMPN 2, Manokwari. Remaja ini menyuburkan stigma dengan menulis: “Teman-teman pasti kamorang su pernah dengar tentang HIV dan AIDS yang mematikan itu lo? Orang yang sudah terkena HIV lama-lama pasti terkena AIDS. Dan kalau orang sudah terkena penyakit ini, berarti hidupnya su tidak lama lagi.” Informasi yang diterima remaja ini pun ngawur. HIV dan AIDS tidak mematikan karena kematian pada Odha (Orang dengan HIV dan AIDS) adalah karena infeksi oportunistik. Kalau terkena yang dimaksud remaja ini adalah tertular maka AIDS bukan menular, tapi masa ketika seseorang suah tertular HIV yang secara statistik antara 5 – 15 tahun setelah tertular HIV. Tidak ada yang bisa menentukan umur manusia karena semua ada ’di tangan Tuhan’.

Lagi-lagi di bagian lain remaja ini mendapat infomrasi yang keliru. ”Kamu su tau to kalau penularan virus ini terutama melalui hubungan seks yang tidak aman? Jadi sa usul, kamorang tra usah melakukan hubungan seks sembarangan, misalnya dengan kamu pu pacar, sebab kitorang ini masih belum cukup umur.” Informasi-informasi yang keliru sepreti ini kalau dibiarkan tentu akan melekat di hati remaja-remaja itu yang pada gilirannya kelak akan menyesatkan mereka sendiri.

Ada kesalahan yang sangat fatal terkait dengan narkoba. Ada kesan yang harus disingkarkan adalah narkoba. Ini menyesatkan, tapi itulah yang disampaikan Mirani Rezkia Rumatiga, VIII B, SMPN 02, Manokwari, melalui tulisan ”Mari Torang Brantas Napza dari Bumi Pertiwi”. Remaja ini tidak paham kalau tidak ada narkoba sudah puluhan bahkan ratusan orang yang mati setiap hari di rumah sakit karena mereka dioperasi tanpa memakai narkoba (baca: anestesi yaitu morfin). Sudah saatnya remaja sebagai generasi penerus bangsa diberikan informasi yang akurat agar mereka tidak tersesat. Yang diberantas adalah penyalahgunaan narkoba!

Informasi yang dibalut norma juga muncul pada tulisan Febrian A. Tulasekat, VIII B, SMPN 01, Manokwari, melalui ”HIV dan AIDS, Narkoba dan Kesehatan Reproduksi”. Informasi yang dibalut norma menghasilkan mitos (anggapan yang salah). Remaja ini menulis: ”Contoh orang dewasa yang sering melakukan hubungan seks diluar nikah dan tidak menggunakan alat pelindung yaitu kondom, ....” Dua pernyataan yang saling bertentangan. Tertular karena tidak memakai kondom benar, tapi bukan karena hubungan seks di luar nikah karena penularan HIV melalui hubungan seks bisa terjadi di dalam atau di luar nikah jika salah satu atau kedua-dua pasangan itu HVI-positif.

Mitos juga rupanya sudah merasuki pikiran Alexander Ari Wibowo, VIII E, SMPN 2, Manokwari, melalui tulisan: ”Akibat Pergaulan Bebas”. Judul yang sama juga dipakai oleh Gabriela D. Yahya, VIII E, SMPN 2, Manokwari. Dari judul karya remaja ini sudah jelas pikirannya sudah terkontaminasi ’otak’ orang dewasa karena selama ini orang-orang dewasa yang membalut lidahnya dengan moral selalu mengaitkan pergaulan bebas dengan remaja. Padahal, tidak sedikit orang dewasa yang menghamili remaja di luar nikah. Tidak sedikit pula suami-suami yang melacur, selingkun, dll.

Kasihan. Remaja ini tidak bisa membedakan antara sifat dan kondisi hubungan seks terkait dengan penularan HIV. Yang berisiko menularkan HIV adalah hubungan seks dengan yang sudah tertular HIV dan laki-laki tidak memakai kondom (kondisi) di dalam atau di luar nikah (sifat). Kalau hal-hal seperti ini dibiarkan maka remaja itu pun kelak hanya bisa menyampaikan informasi sebagai retorika bukan realitas.

Buku ini berisi 38 karya tulis dan puisi yang berbicara tentang HIV dan AIDS, kesehatan reproduksi dan Narkoba. Semua tulisan dan puisi dalam buku ini menunjukkan pemahaman yang tidak komprehensif pada remaja, khususnya di Tanah Papua, terhadap HIV dan AIDS, kesehatan reproduksi dan Narkoba.

Kalau editor buku ini melengkapinya dengan tanggapan terhadap tulisan dan puisi tentulah akan jauh lebih bermaksa karena remaja-remaja itu bisa bejalar banyak. ***

* Penulis pemerhati masalah HIV/AIDS melalui LSM (media watch) ”InfoKespro” Jakarta dan Koresponden Harian "Swara Kita" Manado di Jakarta.