Senin, 13 September 2010

Laporan Terbaru Kasus Kumulatif AIDS di Indonesia

Oleh Syaiful W. Harahap*

Statistik kasus AIDS nasional yang dilaporkan oleh Ditjen PPM & PL Kemenkes RI tanggal 6/8-2010 menunjukkan tambahan kasus dari beberapa daerah. Kasus AIDS yang dilaporkan pada priode April – Juni 2010 mencapai 1.206. Secara kumulatif kasus AIDS sejak ditemukan pertama kali (1987) sampai 30 Juni 2010 adalah 21.770 dengan 4.128 kematian.

Daerah yang melaporkan kasus AIDS pada priode April – Juni 2010 adalah:
Aceh 4
Sumatera Barat 28
Kepulauan Riau 7
Riau 1
Jambi 1
Bangka Belitung 3
DKI Jakarta 912
Banten 5
Jawa Barat 111
Jawa Tengah 67
Bali 22
Nusa Tenggara Barat 9
Nusa Tenggara Timur 1
Kalimantan Tengah 10
Sulawesi Tenggara 1
Maluku Utara 3.

Berdasarkan laporan terbaru tersebut maka gambaran kasus kumulatif AIDS di Indonesia adalah sbb.:

No Provinsi AIDS AIDS/IDU Mati
1 DKI Jakarta 3.740 2.611 552
2 Jawa Barat 3.710 2.695 663
3 Jawa Timur 3.540 1.090 732
4 Papua 2.858 2 373
5 Bali 1.747 269 311
6 Jawa Tengah 819 158 265
7 Kalimantan Barat 794 132 107
8 Sulawesi Selatan 591 210 62
9 Sumatera Utara 485 209 93
10 Riau 477 135 132
11 Sumatera Barat 410 268 99
12 Kepulauan Riau 341 30 133
13 Banten 323 200 56
14 DI Yogyakarta 290 132 81
15 Sumatera Selatan 219 104 38
16 Maluku 192 79 70
17 Sulawesi Utara 173 40 62
18 Jambi 166 96 50
19 Lampung 144 112 42
20 Nusa Tenggara Barat 142 50 69
21 Nusa Tenggara Timur 139 12 25
22 Bangka Belitung 120 41 18
23 Bengkulu 113 55 26
24 Papua Barat 58 5 19
25 Aceh 48 16 11
26 Kalimantan Tengah 40 11 4
27 Kalimantan Selatan 27 9 5
28 Sulawesi Tenggara 22 1 5
29 Maluku Utara 16 5 8
30 Sulawesi Tengah 12 6 6
31 Kalimantan Timur 11 4 10
32 Gorontalo 3 2 1
33 Sulawesi Barat 0 0 0
Jumlah 2.1770 8.789 4.128

Jumlah kumulatif kasus AIDS berdasarkan jenis kelamin, sbb.:

Jenis Kelamin AIDS AIDS/IDU
Laki-laki 16.093 8.050
Perempuan 5.578 681
Tidak diketahui 99 58
Jumlah 21.770 8.789


Jumlah kasus kumulatif AIDS berdasarkan faktor risiko, sbb.:

Faktor Risiko AIDS
Heteroseksual 10.722
Homoseksual 718
IDU 8.786
Tansfusi darah 20
Transmisi perinatal 587
Tidak diketahui 937



Kasus kumulatif AIDS berdasarkan golongan umur, sbb.:

Golongan umur AIDS AIDS/IDU
1 - 4 218 0
5 - 14 261 0
15 - 19 152 9
20 - 29 631 141
30 – 39 10.471 5.634
40 – 49 6.727 2.382
50 – 59 1.981 308
60 – 69 544 61
> 70 109 9
Tidak diketahui 676 245

Ada fakta yang sering luput terkait dengan jumlah kasus AIDS menurut golongan umur ini yaitu kasus AIDS tsb. banyak terdeteksi pada golongan umur tsb. adalah di kalangan penyalahguna narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya). Mereka diwajibkan tes HIV jika hendak menjalani rehabilitasi.

Sebaliknya, kasus penularan melalui hubungan seks di dalam atau di luar nikah tidak terdeteksi karena tidak ada mekanisme yang dapat ‘menggiring’ orang-orang, laki-laki dan perempuan, yang perilakunya berisiko tinggi tertular HIV.

Mereka itu adalah penduduk, laki-laki dan perempuan, yang pernah atau sering melakukan hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan seperti pekerja seks langsung atau tidak langsung (karyawan bar, ‘cewek kampus’, ‘anak sekolah’, PIL (pria idaman lain) dan WIL (wanita idaman lain) serta pelaku kawin-cerai.

* Penulis pemerhati masalah HIV/AIDS melalui LSM (media watch) ”InfoKespro” Jakarta (E-mail: infokespro@yahoo.com).

Menyikapi Kegagalan Perda AIDS Buleleng

Oleh Syaiful W. Harahap*

“Kawasan Wajib Kondom Akan Diberlakukan.” Ini judul berita ANTARA (25/7-2010). Pernyataan ini muncul karena sudah terdeteksi 880 kasus sampai Juli 2010. Ini hanya kasus yang terdeteksi sedangkan kasus yang tidak terdeteksi jauh lebih besar karena epidemi HIV erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Yang tampak di permukaan (kasus yang terdeteksi) hanya sebagian kecil dari kasus yang ada di masyarakat (kasus yang tidak terdeteksi)

Disebutkan: “Wakil Bupati Buleleng Made Arga Pinatih merekomendasikan imbauan WHO untuk menekan laju penyebaran virus HIV/AIDS yaitu dengan memberlakukan kawasan wajib kondom.” Program ‘wajib kondom 100 persen’ adalah upaya yang dilakukan Thailand dalam menurunkan kasus infeksi HIV baru di kalangan laki-laki dewasa.

Program itu bisa jalan karena dilakukan dengan cara-cara dan sanksi yang konkret. Program dijalankan dengan skala nasional di lokalisasi pelacuran dan rumah bordir. Pemantauan dilakukan dengan cara survailans tes IMS (infeksi menular seksual, seperti GO, sifilis, klamidia, hepatitis B, dll.) tehadap pekerja seks komersial (PSK). Jika ada PSK yang terdeteksi mengidap IMS itu membuktikan ada PSK yang meladeni laki-laki tanpa kondom. Pengelola atau germo tempat kerja PSK itu diberikan sanksi mulai dari teguran sampai pencabutan izin usaha.

Nah, apakah di Buleleng ada germo yang mengantongi izin usaha lebal dari Pemkab? Kalau jawabannya TIDAK maka program kondom tidak akan bisa diterapkan.

Wakil Bupati mengatakan: "Sistem ini menjadi evaluasi sistem dari yang selama ini diterapkan Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Kabupaten Buleleng yang dinilai masih belum mencapai hasil maksimal untuk menekan laju pertumbuhan penderita HIV/AIDS." Sayang dalam berita tidak dijelaskan cara yang diterapkan KPAD Buleleng dalam menanggulangi AIDS dengan kondom.

Dalam Perda Kab. Buleleng No 5 Tahun 2007 tentang Penanggulangan HIV/AIDS sama sekali tidak ada pasal yang menyebutkan pencegahan dengan kondom. Yang ada hanya di bagian penjelasan pasal 7. Pasal 7 berbunyi: “Setiap oang yang telah mengetahui dirinya terinfeksi HIV wajib melindungi pasangan seksualnya dengan melakukan pencegahan.” Dalam penjelasan pasal 7 disebutkan: “Upaya pencegahan antara lain dengan cara: tidak melakukan hubungan seksual (abstinensia) atau dengan memakai kondom atau tidak melakukan hubungan seksual yang penetratif.”

Persoalan besar dalam epidemi HIV adalah banyak orang yang tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV. Penularan HIV pun lebih dari 90 persen terjadi tanpa disadari. Penyebaran HIV secara horizontal antar penduduk terjadi melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam atau di luar nikah. Dalam kaitan ini laki-laki menjadi mata rantai penyebaran HIV.

Pertama, laki-laki, penduduk lokal atau pendatang, yang sudah mengidap HIV menularkan HIV kepada PSK, istrinya atau pasangan seksnya yang lain melalui hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah. Laki-laki ini menjadi mata rantai penyebaran HIV. Kedua, PSK yang sudah tertular HIV akan menularkan HIV kepada laki-laki, penduduk lokal atau pendatang, yang mengencaninya tanpa kondom. Laki-laki yang tertular HIV dari PSK akan menjadi mata rantai penyebaran HIV pula. Semua terjadi tanpa disadari karena laki-laki yang sudah mengidap HIV tadi tidak menyadarinya.

Kapan, sih, seseorang berisiko tertular HIV? Setiap orang, laki-laki dan perempuan, yang berisiko tinggi tertular HIV jika pernah atau sering melakukan hubungan seks tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti (ada kemungkinan salah satu dari pasangan itu HIV-positif), atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan, sepreti PSK langsung (PSK di lokalisasi atau lokasi pelacuran) dan PSK tidak langsung (karyawati bar, panti pijat, ’cewek anak sekolahan’, ’cewek kampus’, PIL dan WIL, dll.) serta pelaku kawin cerai. Ini disebut sebagai perilaku berisiko tinggi tertular HIV.

Di pasal 9 disebutkan: “Setiap orang yang melakukan hubungan seksual beresiko wajib melakukan upaya pencegahan.“ Pasal ini normatif karena memakai kata-kata yang konotatif. Apa yang dimaksud dengan pencegahan? Sedangkan hubungan seksual berisiko dalam penjelasan disebutkan sebagai ’setiap hubungan seksual yang dilakukan antar orang dalam kelompok rentan, kelompok beresiko, dan kelompok tertular.’

Penjelasan ini tidak akurat karena resiko penularan HIV tidak hanya terjadi pada kelompok rentan, kelompok beresiko, dan kelompok tertular. Penularan HIV bisa terjadi pada setiap orang yang melakukan perilaku berisiko kapan saja, dan di mana saja.

Wakil Bupati juga mengatakan: “ .... jika sistem lama sudah tidak maksimal, tentunya harus segera dicari sistem yang baru.“ Lagi-lagi dalam berita tidak dijelaskan apa dan bagaiman sistem lama dan bagaimana pula sistem baru.

Lebih lanjut Wakil Bupati menjelaskan: “ .... pihaknya akan membahas penerapan wajib kondom tersebut dengan pihak kementtrian agama yang ada di Buleleng terkait dengan pertimbangan moral dan hal lainnya.“ Ini membuktikan bahwa HIV/AIDS sebagai fakta medis (bisa diuji di laboratorium dengan teknologi kedokteran) ditanggulangi dengan moral. Ya, tidak nyambung.

Selain itu di mana dan bagaimana kelak penerapan wajib kondom kalau di Buleleng tidak ada germo yang memegang izin usaha pelacuran dan rumah bordir? Lagi-lagi pembicaraan di awang-awang sehingga hasilnya pun kelak bak ’menggantang asap’. Sia-sia.

Ada lagi pernyataan Wakil Bupati: "Namun, sistem yang lama bukan berarti tidak lagi dilakukan. Karena semuanya harus diadopsi dan disaring, mana yang paling baik untuk kondisi masyarakat Buleleng. Termasuk penekanan ceramah-ceramah keagamaan agar bisa membentengi para generasi muda kita." Ya, dalam berita tidak dijelaskan apa dan bagaiman sistem lama. Kalau mengacu ke Perda maka sama sekali tidak ada cara-cara pencegahan yang konkret.

Di bagian peran serta masyarakat pada pasal 20 disebutkan: ”Masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam kegiatan penanggulangan HIV/AIDS dengan cara: a. berperilaku hidup sehat; b. meningkatkan ketahanan keluarga untuk mencegah penularan HIV/AIDS.” Ini juga normatif dan moralistis karena ayat a dan b justru tidak ada kaitannya secara langsung dengan penularan HIV. Pasal ini akan mendorong masyarakat melakukan stigma (pemberian cap buruk) dan diskriminasi (membedakan perlakuan) terhadap Odha (Orang dengan HIV/AIDS).

Ini juga pernyataan Wakil Bupati: ”Masyarakat pada umumnya masih menganggap kondom sebagai sebuah hal yang tabu dan malu untuk diucapkan apalagi untuk dipraktekan penggunaannya.” Apakah betul masyarakat atau segelintir orang yang memakai moralitas dirinya sendiri yang menganggap kondom sebagai hal yang tabu? Jangan mengatasnamakan masyarakat untuk pembenaran sikap pribadi atau kelompok.

Menurut Wakil Bupati pandangan itu terjadi: “ .... dibentuk karena kuatnya adat timur selaku orang Indonesia dan Bali pada khususnya.” Ini slogan kosong yang menjadi bumerang bagi Bangsa ini. Apa yang dimaksud dengan budaya timur? Apakah Papua Niugini, Malaysia, Filipina, Australia, dll. yang berada di wilayah timur tidak mempunyak budaya (timur)? Mengapa hanya kita yang menganggap diri sebagai bangsa yang mempunyai budaya?

Budaya adalah pikiran dan akal budi. Kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi manusia), seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat. Apakah hanya (bangsa) Indonesia yang memiliki kebudayaan di muka Bumi ini?

Lagi-lagi kita berlindung di balik slogan yang tidak membumi hanya untuk menutupi realitas sosial terkait perilaku seks. ***

* Penulis pemerhati masalah HIV/AIDS melalui LSM (media watch) ”InfoKespro” Jakarta (E-mail: infokespro@yahoo.com).