Senin, 24 Mei 2010

Perbuatan yang Melawan Hukum

Tanggapan terhadap Berita harian “Pos Metro Padang”

Oleh Syaiful W. Harahap*

Jakarta, 27/7-2004. Berita “2 WTS Dijaring, Rambutnya Dicukur” yang dimuat di Harian “Posmetro Padang” edisi 27 Juli 2004 menunjukkan biar pun negeri ini berasaskan kukum, tapi kenyataannya justru ‘hukum rimba’ yang berlaku di negeri yang selalu menyebut diri sebagai bangsa yang beragama, berbudaya dan ber-Pancasila.

Buktinya, terjadi tindakan di luar hukum seperti yang ditulis dalam berita tsb. dikatakan bahwa pekerja seks komersial (PSK) yang “ …. terjaring, rambutnya digunting hingga tak berbentuk”.

Di negara hukum semua tindakan terhadap kasus yang terkait dengan hukum hanya bisa diputuskan oleh hakim melalui sidang pengadilan. Jadi, kalau ada perbuatan di luar hukum maka hal itu merupakan tindakan yang melawan hukum dan pelanggaran berat terhadap HAM.

Pemakaian kata terjaring atau dijaring merupakan arogansi terhadap sesama manusia yang merupakan sikap yang merendahkan martabat manusia karena kata-kata itu hanya layak untuk binatang. Merendahkan martabat manusia setara dengan binatang tentulah perbuatan yang tidak bermoral.

Lagi pula secara hukum formal apakah kedua perempuan itu terbukti sebagai PSK? Untuk membuktikannya tentulah harus melalui prosedur hukum yaitu disidik oleh polisi kemudian dituntut oleh jaksa dan disidangkan oleh pengadilan. Apakah prosedur ini ditempuh? Kalau tidak maka tindakan mencukur rambut itu jelas merupakan perbuatan yang melanggar hukum.

Di bagian lain ada pernyataan “Ketika pemplontosan rambut berlangsung, isak tangis mewarnai sehingga memancing gelak tawa petugas dan wartawan yang menyaksikan”. Masya Allah. Derita manusia dijadikan bahwa tertawaan.

Dalam berita itu jelas wartawan sudah berperan sebagai anggota satpol PP sehingga berada pada posisi power full dan voice full (berdaya). Padahal, sebagai agent of change wartawan harus berada pada posisi kedua perempuan itu karena mereka sebagai orang yang power less dan voice less (tidak berdaya).

Cara kerja wartawan yang meliput berita itu menjadikan perempuan (PSK) sebagai objek sehingga terjadi bias jender. Maaf, berita itu sama sekali tidak memiliki makna atau nilai (news value atau news worthy) karena hanya menyudutkan perempuan tanpa mengupas persoalan secara objektif. Buktinya, wartawan membenarkan tindakan di luar hukum yaitu pencukuran rambut tanpa putusan pengadilan.

* Penulis pemerhati masalah HIV/AIDS melalui LSM (media watch) ”InfoKespro” Jakarta (E-mail: infokespro@yahoo.com).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar