Senin, 24 Mei 2010

Meningkatkan Kewaspadaan Masyarakat terhadap AIDS

Tanggapan terhadap Berita harian ”Radar Tegal”

Oleh Syaiful W. Harahap*

Jakarta, 8/5-2006. Berita “Warga Dinyatakan Suspect HIV” yang dimuat harian “Radar Tegal” edisi 28 April 2006 menunjukkan pemahaman yang belum komprehensif terhadap HIV/AIDS di banyak kalangan. Hal inilah salah satu faktor yang mendorong penyebaran HIV karena masyarakat tidak memahami HIV/AIDS sebagai fakta medis tapi sebagai mitos (anggapan yang salah). Kasus HIV/AIDS di Tanah Air terus bertambah. Indonesia merupakan negara ketiga yang paling cepat pertambahan kasus HIV-nya setelah Cina dan India. Sampai Maret 2006 tercatat 10.156 kasus kumulatif HIV/AIDS terdiri atas 4.333 HIV+ dan 5.823 AIDS dengan kematian 1.430.

Karena belum ada vaksin HIV maka cara yang paling ampuh untuk melindungi diri adalah dengan mengetahui secara akurat cara-cara penularan dan pencegahan HIV yang realistis sebagai fakta medis. HIV/AIDS adalah fakta medis artinya dapat diuji di laboratorium dengan teknologi kedokteran sehingga bisa dicegah dengan teknologi kedokteran.

Tapi, karena selama ini materi KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) tentang HIV/AIDS selalu dibalut dengan moral dan agama maka yang muncul hanya mitos. Misalnya, mengaitkan penularan HIV dengan zina, pelacuran, jajan, selingkuh, seks pranikah, seks di luar nikah, waria dan gay. Padahal, tidak ada kaitan langsung antara zina, pelacuran, jajan, selingkuh, seks pranikah, seks di luar nikah, waria dan gay karena penularan HIV melalui hubungan seks bisa terjadi di dalam atau di luar nikah kalau salah satu atau dua-duanya dari pasangan itu HIV-positif dan laki-laki atau suami tidak memakai kondom ketika hubungan seks. Sebaliknya, kalau satu pasangan dua-dunya HIV-negatif maka tidak akan pernah terjadi penularan HIV biar pun hubungan seks dilakukan dengan zina, pelacur, jajan, selingkuh, seks pranikah, seks di luar nikah, waria dan gay.

Penularan HIV

Materi KIE HIV/AIDS yang tidak akurat itulah yang membuat masyarakat tidak memahami HIV/AIDS dengan akurat. Akibatnya, terjadi penularan HIV secara horizontal antar penduduk tanpa disadari. Hal ini terjadi karena tidak ada tanda, gejala atau ciri-ciri khas AIDS pada fisik seseorang yang sudah tertular HIV sebelum masa AIDS (antara 5 – 10 tahun setelah tertular). Tapi, biar pun tidak ada tanda, gejala atau ciri-ciri khas AIDS pada diri seseorang yang sudah tertular HIV dia sudah bisa menularkan HIV, lagi-lagi tanpa disadarinya, melalui: (a) hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah, (b) transfusi darah, (c) jarum suntik, jarum tindik, jarum akupunktur, jarum tattoo dan alat-alat kesehatan, (cangkok organ tubuh), dan (d) dari seorang ibu yang HIV-positif ke anak yang dikandungnya pada saat persalinan dan menyusui dengan air susu ibu/ASI (HIV bukan penyakit turunan tapi penyakit menular sehingga bisa dicegah).

Dalam berita itu disebutkan sebagai ‘suspect mengidap penyakit mematikan’. Pernyataan ini juga menyesatkan karena semua penyakit mematikan. Deman berdarah, diare, kolera dan flu burung bisa mematikan dalam hitungan hari, sedangkan HIV baru bisa menyebabkan kematian setelah masa AIDS yaitu antara 5 – 10 tahun. Bahka, ada yang belasan tahun.

HIV adalah virus yang tergolong retrovirus yaitu virus yang dapat menggandakan diri di dalam sel-sel darah putih manusia. Sel darah putih adalah benteng pertahanan dalam tubuh melawan penyakit yang masuk. Setelah menggandakan diri di dalam sel darah putih maka akan muncul banyak HIV baru dan sel darah putih yang dijadikan tempat menggandakan diri rusak. Ketika jumlah virus lebih banyak daripada sel darah putih maka kondisi itulah yang disebut sebagai masa AIDS. Pada tahap ini penyakit akan mudah masuk yang disebut sebagai infeksi oportunistik, seperti diare, ruam, TBC, dll. Penyakit infeksi oportunistik inilah yang mematikan Odha (Orang yang Hidup dengan HIV/AIDS).

Dalam jumlah yang dapat ditularkan HIV terdapat dalam cairan darah (laki-laki dan perempuan), air mani (laki-laki, dalam sperma tidak ada HIV), cairan vagina dan air susu ibu (perempuan). Maka, penularan HIV melalui darah bisa terjadi kalau darah Odha masuk ke tubuh kita melalui transfusi darah, jarum suntik, jarum tindik, jarum akupunktur, jarum tattoo, alat-alat kesehatan, cangkok organ tubuh atau terpapar pada permukaan kulit yang ada luka-lukanya (luka ukuran mikroskopis yaitu luka yang hanya bisa dilihat dengan mikroskop). Penularan HIV melalui air mani dan cairan vagina terjadi jika seseorang melakukan hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah dengan Odha.

Maka, melindungi diri agar tidak terular HIV dapat dilakukan dengan cara yang realistis (nyata) yaitu mencegah agar darah, air mani, cairan vagina atau ASI yang mengandung HIV tidak masuk ke tubuh kita. Ini fakta medis. Tapi, karena selama ini yang dikumandangkan pejabat, tokoh bahkan sebagian dokter hanya aspek moral dan agama maka fakta medis tentang HIV pun kabur dan yang muncul hanya mitos.

Disebutkan pula “ …. jika dinyatakan positif HIV maka yang bersangkutan harus menjalani perawatan.” Pernyataan ini juga tidak akurat karena perawatan baru diperlukan kalau sudah ada infeksi oportunistik yaitu setelah masa AIDS. Yang diperlukan adalah memberikan penjelasan kepada orang-orang yang terdeteksi HIV-positif agar memutus mata rantai penyebaran HIV mulai dari dirinya.

Perilaku Berisiko

Ada lagi pernyataan “ …. pihaknya juga berupaya mencari suami yang bersangkutan ….” Hal ini merupakan perbuatan yang melawan hukum dan pelanggaran berat terhadap HAM. Beberapa kasus di Jakarta yang ditangani oleh LSM menunjukkan banyak suami yang justru menuduh istrinya yang menularkan HIV kepadanya. Hal ini juga dikhawatirkan akan terjadi pada perempuan ‘suspect’ ini. Alasan yang dipakai untuk mencari suami ‘perempuan suspect’ adalah “Karena kalau dibiarkan, bisa terjadi penularan ke keluarganya yang lain”. Di bagian lain juga disebutkan “ …. mengantisipasi penularan penyakit HIV dan Aids di masyarakat secara bebas.” Ini tidak akurat karena HIV tidak menular melalui pergaulan sehari-hari, seperti bersalaman, tidur bersama, makan dan minum bersama. Yang terjadi adalah penularan secara diam-diam karena banyak orang yang tidak mengetahui atau tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV.

Dalam dunia medis dikenal medical record (catatan medis) yang berisi data pasien. Catatan medis ini merupakan rahasia yang hanya boleh dibaca oleh dokter dan pasien. Pembeberan catatan medis tanpa izin pasien merupakan perbuatan yang melawan hukum dapat dituntut secara pidana dan perdata di pengadilan. Maka, merahasiakan identitas semua pasien merupakan kewajiban tidak hanya untuk kasus HIV/AIDS dan bukan pula ‘alasan kemanusiaan’ tapi alasan hukum.

Tidak ada kelompok, kalangan atau ‘sejumlah warga’ yang berisiko tinggi tertular HIV. Risiko tertular HIV tergantung pada perilaku berisiko orang per orang. Seseorang berisiko tinggi tertular HIV jika: (a) pernah melakukan hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, (b) menerima transfusi darah dan cangkok organ tubuh yang tidak diskrining HIV, (c) memakai jarum suntik, jarum tindik, jarum akupunktur, jarum tattoo dan alat-alat kesehatan secara bersama-sama.

PSK sendiri tertular HIV dari laki-laki yang mengencaninya. Kalau ada PSK yang tertular maka laki-laki yang berkencan dengan PSK tadi pun berisiko pula tertular HIV. Maka, yang menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal antar penduduk adalah laki-laki yang menjadi pelanggan PSK. Bagi yang beristri akan menularkan HIV kepada istrinya atau perempuan lain yang menjadi pasangannya.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran HIV antar penduduk adalah dengan menganjurkan agar penduduk (laki-laki dan perempuan) yang perilakunya berisiko tinggi tertular HIV mau menjalani tes HIV secara sukarela. Dengan mendeteksi penduduk yang sudah tertular HIV maka mata rantai penyebaran HIV pun dapat diputus. Kian banyak kasus terdeteksi maka semakin banyak pula mata rantai yang diputus.

Untuk itu diperlukan materi KIE yang akurat dengan mengedepankan fakta medis dalam menjelaskan HIV/AIDS agar masyarakat memahami cara-cara penularan dan pencegahan HIV yang masuk akal.

* Penulis pemerhati masalah HIV/AIDS melalui LSM (media watch) ”InfoKespro” Jakarta (E-mail: infokespro@yahoo.com).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar