Oleh Syaiful W. Harahap*
Jakarta, 22/11-2003. “Batam Tertinggi Kasus HIV/AIDS”. Itulah judul berita di “Batam Pos” edisi 7/11-2003. Jika fakta ini tidak dicerna dengan arif maka yang muncul hanyalah kepanikan. Jika ini yang terjadi maka upaya untuk meningkatkan kepedulian masyarakat agar melindungi diri secara aktif agar tidak tertular HIV tidak akan berhasil.
Angka kasus HIV/AIDS di Batam yang dipublikasikan yaitu 65 tidak semuanya hasil diagnosis karena sebagian besar hasil survailans tes HIV di kalangan pekerja seks. Angka itu menggambarkan dua kemungkinan.
Pertama, di antara 65 kasus itu ada yang positif palsu karena sebagian besar angka itu diperoleh dari survailans tes HIV. Setiap tes HIV harus dikonfirmasi dengan tes lain. Misalnya, tes dengan dipstick atau ELISA harus dikonfirmasi dengan tes Western blot. Hasil survailans tidak dikonfirmasi sehingga ada kemungkinan kasus HIV-negatif.
Kedua, angka itu merupakan puncak dari fenomena gunung es (iceberg phenomenon) karena ada kemungkinan kasus yang tidak terdeteksi justru jauh lebih besar. Jika ini yang terjadi di Batam maka epidemi HIV sudah menyebar secara horizontal antar penduduk. Kasus HIV-positif tidak bisa dilihat dengan mata telanjang karena sebelum mencapai masa AIDS, antara 5-10 tahun setelah tertular, tidak ada gejala-gejala klinis yang khas AIDS. Seseorang yang HIV-positif pun sering tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV karena tidak ada gejala klinis yang khas HIV/AIDS.
Seks Tidak Aman
Biar pun di satu daerah atau negara tidak ada laporan kasus HIV/AIDS tidak berarti daerah atau negara itu bebas HIV/AIDS karena penduduk daerah atau negara tersebut bepergian ke dareah atau negara lain yang ada kasus HIV/AIDS. Bisa pula terjadi penduduk yang HIV-positif dari daerah atau negara lain yang datang. Kalau penduduk melakukan perilaku berisiko tinggi tertular HIV di luar daerah atau negaranya atau melakukannya dengan pendatang maka ada risiko tertular HIV. Perilaku berisiko tinggi tertular HIV adalah (1) melakukan hubungan seks (sanggama) penetrasi yang tidak aman (tidak memakai kondom) di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti, (2) melakukan hubungan seks (sanggama) penetrasi yang tidak aman (tidak memakai kondom) di dalam dan di luar nikah dengan seseorang yang suka berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks, (3) menerima transfusi darah yang tidak diskrining, dan (4) memakai jarum suntik dan semprit secara bersama-sama dengan bergiliran dan bergantian.
Pernyataan yang menyebutkan kasus HIV/AIDS di Batam terkonsentrasi juga tidak akurat. Penemuan kasus HIV terbanyak di kalangan pekerja seks terjadi karena tes survailans hanya dilakukan di kalangan itu. Tidak ada pembandingnya. Di beberapa negara, seperti Malaysia, survailans tes HIV secara rutin dilakukan terhadap mahasiswa, polisi, perempuan hamil, dll. sehingga ada gambaran yang ril. Deteksi HIV di kalangan perempuan hamil pun sangat perlu karena penularan vertikal dapat dicegah secara medis. Dengan penanganan dokter seorang perempuan yang HIV-positif dapat melahirkan bayi yang HIV-negatif.
Dalam berita itu disebutkan bahwa pengunjung ke rumah sakit akan diseleksi dari ketahanan tubuhnya. Hal ini mitos (anggapan yang salah) karena HIV tidak menular melalui udara dan pergaulan sosial. Jadi, orang-orang yang hidup dengan HIV/AIDS (Odha) tidak perlu dikarantina atau ditempatkan di bangsal khusus. Justru penyakit menular lain, seperti TBC dan hepatitis B jauh lebih mudah menular.
Untuk mencegah agar tidak tertular HIV dapat dilakukan setiap orang yaitu dengan menghindari perilaku berisiko. Memang, diperlukan kewaspadaan universal (universal precaution) terutama pada fasilitas kesehatan, seperti penggunaan jarum suntik yang steril, memakai sarung tangan, dll. Sedangkan di kalangan masyarakat yang diperlukan adalah pengetahuan yang komprehensif tentang HIV/AIDS terutama tentang cara-cara penularannya. Selama ini informasi tentang HIV/AIDS tidak akurat sehingga menyesatkan masyarakat.
Mitos AIDS
Jadi, karena di Batam sudah terdeteksi kasus HIV/AIDS, terutama di kalangan pekerja seks, maka penduduk lokal yang pernah melakukan perilaku berisiko tinggi sudah ada kemungkinan tertular HIV. Jika ada di antara penduduk lokal yang tertular HIV maka tanpa disadarinya dia akan menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal. Dia akan menulari istrinya atau pasangannya yang lain. Jika istrinya tertular maka akan terjadi pula penularan vertikal dari-ibu-bayi yang dikandungnya pada saat persalinan dan menyusui.
Untuk memutus mata rantai penyebaran HIV di Batam diperlukan penyuluhan yang objektif dengan mengedepankan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) yang jujur dan akurat. Soalnya, selama ini KIE tentang HIV/AIDS dibalut dengan mora dan agama sehingga yang muncul hanya mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS. Misalnya, dikatakan HIV menular melalu zina. Padahal, tidak ada kaitan langsung antara zina dan penularan HIV karena HIV menular melalui hubungan seksual jika salah satu pasangan HIV-positif baik di dalam maupun di luar nikah.
Bagi penduduk yang pernah melakukan salah satu dari empat perilaku berisiko maka mereka dianjurkan untuk menjalani tes HIV secara sukarela dengan konseling. Melalui cara ini, dikenal sebagai VCT (voluntary counselling HIV test), setiap orang akan mendapat konseling sebelum dan sesudah tes dan kerahasian dijamin.
Dengan mengetahui status HIV sebelum mencapai masa AIDS akan banyak manfaatnya. Misalnya, yang bersangkutan mendapatkan pengobatan karena sekarang sudah ada obat antiretroviral yang dapat menahan laju pertumbuhan HIV di dalam darah. Obat ini sudah diproduksi di dalam negeri sehingga harganya sudah terjangkau. Untuk dosis satu bulan sekitar Rp 800.000. Sebelumnya mencapai Rp 2,5 juta.
Selain itu yang bersangkutan pun tidak lagi menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal karena ketika menjalani VCT sudah ada pendekatan yang harmonis sehingga ybs. memahami kondisinya dan tidak akan melakukan perilaku berisiko sehingga tidak akan terjadi penyebaran HIV.***
* Penulis pemerhati masalah HIV/AIDS melalui LSM (media watch) ”InfoKespro” Jakarta (E-mail: infokespro@yahoo.com).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar