Sabtu, 29 Mei 2010

Tidak Ada Kaitan Seks Bebas dengan Penularan HIV

Tanggapan terhadap Berita di ”kompas.com”

Oleh Syaiful W. Harahap*

Berita ”Seks Bebas Marak, Kasus HIV di NTT Naik Tajam” di ”kompas.com” 20/11-2008. Jika ‘seks bebas’ merupakan terjemahan bebas dari freesex, maka kalau kita cari di kamus-kamus Bahasa Inggris-Bahasa Indonesia ternyata tidak ada free sex. Yang ada adalah free love yaitu hubungan suami istri berdasarkan cinta tanpa ikatan nikah.

Istilah free sex muncul di akhir tahun 1970-an yang menggambarkan gaya hidup di kalangan remaja ketika itu. Tapi, lagi-lagi tetap berdasarkan cinta.

Nah, kalau ‘seks bebas’ yang dipakai di Indonesia mengacu kepada hubungan seks dengan pekerja seks komersial (PSK) maka istilah itu ngawur karena sanggama dengan PSK bukan berdasarkan cinta.

Penggunaan istilah ‘seks bebas’ di Indonesia mengesankan hubungan seks yang bebas tanpa aturan. Ini salah karena sanggama dengan PSK pun ada aturannya yaitu PSK harus dibayar, kamar dibayar, dll.

Kalau ‘seks bebas’ diartikan sebagai hubungan seks dengan PSK maka sama sekali tidak ada kaitannya secara langsung dengan penularan HIV. Dalam berita disebutkan “ .... Perkembangan virus HIV di NTT melalui hubungan seks bebas,...” Ini tidak akurat karena risiko penularan melalui hubungan seks bukan karena sifat hubugnan seks (‘seks bebas’, di luar nikah, zina, melacur, seks anal dan seks oral, serta homoseksual), tapi karena kondisi hubungan seks (salah satu atau kedua-dua pasangan itu HIV-positif dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seks).

Kalau yang dimaksudkan staf Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Provinsi NTT, Gusti Brewon, ‘seks bebas’ adalah hubungan seks dengan PSK maka risiko penularan terjadi karena laki-laki tidak memakai kondom ketika sanggama dengan PSK.

Selain itu Gusti Brewon pun lupa bahwa ada kemungkinan PSK di wilayahnya justru tertular HIV dari penduduk lokal. Jika ini yang terjadi di NTT maka sudah ada penduduk NTT yang HIV-positif. Bisa juga PSK itu sudah mengidap HIV ketika tiba di NTT. Kalau ini yang terjadi maka laki-laki penduduk lokal berisiko tertular HIV jika mereka tidak memakai kondom setiap kali sanggama dengan PSK.

Laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK dan laki-laki yang kemudian tertular HIV dari PSK akan menjadi mata rantai penyebaran HIV antar penduduk (horizontal). Penyebaran HIV terjadi tanpa disadari karena sebelum mencapai masa AIDS tidak ada tanda, gejala atau ciri-ciri yang khas AIDS pada fisik orang-orang yang sudah tertular HIV. Tapi, pada kurun waktu itu sudah bisa terjadi penularan HIV melalui: (a) hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah, (b) transfusi darah yang tidak diskrining HIV, (c) jarum suntik dan alat-alat kesehatan yang tercemar HIV, dan (d) air susu ibu (ASI) pada proses menyusui.

Sayang dalam Perda AIDS Prov NTT tidak ada pasal yang mengatur kewajiban bagi penduduk untuk memakai kondom jika melakukan hubungan seks di dalam atau di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering berganti-ganti psangan.

Untuk memutus mata rantai penyebaran HIV maka dalam perda perlu pula ada pasal yang mewajibkan penduduk untuk menjalani tes HIV bagi yang pernah melakukan hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan.

* Penulis pemerhati masalah HIV/AIDS melalui LSM (media watch) ”InfoKespro” Jakarta (E-mail: infokespro@yahoo.com).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar