Sabtu, 29 Mei 2010

Mengabaikan Pencegahan yang Konkret

Tanggapan terhadap Berita di Haraian ”Galamedia”

Oleh Syaiful W. Harahap*

Berita ”Penderita HIV/AIDS Meningkat. APMB Tolak Penggunaan Kondom” di Harian “GALAMEDIA”, Bandung, 2 Desember 2008. Ketika kasus HIV/AIDS di Jawa Barat meroket ke peringkat kedua secara nasional masyarakatnya, dalam kaitan ini aktivis Aliansi Peduli Moral Bangsa (APMB), menolak cara pencegahan yang konkret yaitu penggunaan kondom pada hubungan seks di dalam atau di luar nikah yang berisiko. Sebuah berita di Harian “Pikiran Rakyat” menyebutkan “6.300 Wanita Indramayu Jadi PSK di Pulau Batam” (11/11-2005).

Wanita yang jadi PSK ini akan menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal antar penduduk jika di antara mereka ada yang tertular HIV di Batam. Batam sendiri diindikasikan sebafai entry point bagi penyebaran HIV di Indonesia. (lihat: Syaiful W. Harahap, Batam bisa Jadi “Pintu Masuk” Epidemi HIV/AIDS Nasional [Harian “SINAR HARAPAN”, 3 Agustus 2001].

Karena laki-laki dari Singapura dan Malaysia yang datang ke Batam untuk menyalurkan nafsu birahi enggan memakai kondom. Seorang dokter di sebuah lokasi pelacuran di Batam sering menemukan PSK yang mengidap lebih dari tiga jenis penyakit menular seksual (PMS). PSK yang mengidap PMS meningkatkan risiko tertular HIV karena kalau laki-laki yang menularkan PMS itu juga mengidap HIV maka ada kemungkinan sekaligus terjadi penularan HIV.

Di sebuah drop in centre di Batam yang menampung PSK bermasalah juga dapat dilihat kondisi PSK di sana. Dari sepuluh PSK, dari berbagai daerah, yang ditangani di sana semua mengalami persoalan dengan kesehatan reproduksinya. Empat mengalami perdarahan. Dua PSK kehilangan klitoris karena digigit tamu dari Korea Selatan dan Jepang. Semua mengidap PMS.

Dalam kaitan inilah kalau di antara PSK itu ada yang pulang kampung dianjurkan untuk meminta suami, pacar atau pasangan seksnya memakai kondom karena di Batam ‘hidung belang’ yang mereka ladeni tidak memakai kondom.

Angka itu baru dari satu daerah di Jawa Barat dan hanya di Batam. Tentu mata rantai akan tambah banyak kalau ada perempuan dari daerah lain di Jawa Barat yang bekerja sebagai PSK di Batam dan daerah lain di Indonesia. Hal ini juga berlaku untuk semua daerah di Indonesia karena Batam bagaikan magnet yang menarik pekerja migran.

Aktivis APMB sama sekali tidak melihat realitas sosial terkait dengan mata rantai penyebaran HIV di Jawa Barat. Hal yang sama juga terjadi pada wartawan yang menulis berita ini. Dalam berita ini tidak disebutkan apa dan bagaimana cara konkret yang akan dilakukan Pemkot Bandung untuk memutur mata rantai penyebaran HIV di ‘Kota Kembang’ itu.

Pernyataan “ .... bebasnya penjualan kondom di masyarakat memberikan peluang untuk melakukan free sex” tidak akurat karena tidak ada kaitan langsung antara kondom dengan free sex (kalau yang dimaksus free sex adalah pelacuran). Tanpa kondom pun pelacuran dan praktek-praktek pelacuran akan terus terjadi sejak dahulu kala sampai sekarang. Pendapat ini hanya asumsi yang tidak mempunyai bukti.

Bahkan, fakta menunjukkan laki-laki ‘hidung belang’ justru enggan memakai kondom dengan berbagai alasan. Buktinya, kasus penularan HIV melalui hubungan seks berisiko terus terjadi.Ini merupakan indikasi bahwa pemakaian kondom sangat rendah.

* Penulis pemerhati masalah HIV/AIDS melalui LSM (media watch) ”InfoKespro” Jakarta (E-mail: infokespro@yahoo.com).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar