Jumat, 04 Juni 2010

Tidak Semua Prajurit Harus Tes HIV

Tanggapan terhadap Berita di Harian ”Radar Tarakan”

Oleh Syaiful W. Harahap*

Jakarta, 3 Juni 2010. Berita ”Mulai Perwira hingga Petugas Posal Cek Darah. Upaya Lanal Nunukan Cegah Penularan HIV/AIDS” di Harian “Radar Tarakan” edisi 1 Juni 2010 lagi-lagi menunjukkan pemahaman yang tidak akurat terhadap epidemi HIV sebagai fakta medis.

Dalam berita disebutkan” ”Upaya Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Nunukan agar jajarannya terhindar dari penyakit mematikan-Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS), diwujudkan melalui kegiatan pemeriksaan darah ....” Dalam pernyataan ini saja sudah terjadi beberapa kesalahan.

Pertama, HIV dan AIDS bukan penyakit yang mematikan. Bahkan, HIV bukan penyakit karena HIV adalah virus. AIDS pun bukan penyakit karena AIDS adalah kondisi seseorang yang sudah tertular HIV setelah melewati waktu antara 5 – 15 tahun. Yang mematikan Odha (Orang dengan HIV/AIDS) adalah penyakit-penyakit yang menyerang setelah mencapai masa AIDS, disebut sebagai infeksi oportunistik, seperti diare, sariawan, TB, dll. Pada orang-orang yang tidak terinfeksi HIV penyakit ini mudah disembuhkan, tapi pada Odha sangat sulit sembuh karena sistem kekebalan tubuh mereka sudah rapuh dirusak HIV.

Kedua, pemeriksaan darah tidak bida menghindarkan seseorang dari risiko tertular HIV karena penularan HIV erat kaitannya dengan perilaku yang dikenal sebagai perilaku berisiko tinggi tertular HIV.

Perilaku berisiko adalah: (1) Melakukan hubungan seks penetrasi (penis masuk ke dalam vagina) tanpa kondom pada heteroseks (laki-laki dengan perempuan), biseks (laki-laki dengan perempuan dan dengan laki-laki), seks anal dan seks oral di dalam atau di luar nikah, serta homoseks (laki-laki dengan laki-laki), dengan pasangan yang berganti-ganti; (2) Melakukan hubungan seks penetrasi (penis masuk ke dalam vagina) tanpa kondom pada heteroseks (laki-laki dengan perempuan), biseks (laki-laki dengan perempuan dan dengan laki-laki), seks anal dan seks oral di dalam atau di laur nikah, serta homoseks (laki-laki dengan laki-laki), dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK, waria, dll.; (3) Menerima transfusi darah yang tidak diskrining HIV; dan (4) Memakai jarum suntik, jarum tindik, jarum akupunktur, jarum tattoo dan alat-alat kesehatan secara bersama-sama dengan bergiliran dan bergantian.

Ketiga, dalam tes HIV dikenal masa jendela yaitu rentang waktu antara tertular sampai tiga bulan. Jika seseorang dites pada masa jendela maka hasil tes bisa positif palsu (hasil tes reaktif tapi sebenarnya tidak ada HIV di dalam darahnya) atau negatif palsu (hasil tes nonreaktif tapi sebenarnya di dalam darahnya sudah ada HIV). Bayangkan, seorang perwira hasil tesnya reaktif. Apa yang akan terjadi? Sebaliknya, orang yang terdeteksi nonreaktif dianggap murni HIV-negatif, padahal hasil itu negatif palsu karena di dalam darahnya sudah ada HIV. Itulah sebabnya dalam tes HIV ada tes konfirmasi. Setiap tes HIV harus dikonfirmasi dengan tes lain. Misalnya, tes pertama dengan ELISA maka contoh darah yang sama dites lagi dengan Western blot. Atau dites dengan ELISA tiga kali tapi dengan reagent dan teknik yang berbeda.

Keempat, disebutkan pula: ".... pemeriksaan darah rutin dilaksanakan setiap 6 bulan sekali.” Biar pun tes dilakukan tiap hari tetap saja akan ketemu dengan masa jendela. Maka, jika hendak tes HIV yang perlu ditanya adalah: Kapan terakhir melakukan perilaku berisiko? Kalau jawabannya di bawah tiga bulan maka ybs. tidak perlu dites karena hasilnya bisa positif atau negatif palsu.

Tes HIV dengan rapid test atau ELISA adalah mencari antibodi HIV di dalam darah. Sistem pertahanan tubuh akan memproduksi antibodi terhadap kuman, bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Ketika HIV masuk maka tubuh memproduksi antibodi HIV yang baru bisa dideteksi setelah tiga bulan. Maka, tes terhadap orang yang berada pada masa jendela tidak efektif.

Lagi pula biar pun hari ini hasil tes negatif itu bukan jaminan bahwa ybs. selamanya akan HIV-negatif karena bisa saja ybs. melakukan perilaku berisiko sehingga ada kemungkinan tertular HIV.

Di bagian lain disebutkan pula: ”.... penyakit yang sampai saat ini belum ada obatnya.” Karena AIDS bukan penyakit tentulah tidak ada obatnya. Selain itu perlu diperhatikan bahwa ada penyakit yang juga tidak ada obatnya (contohnya, demam berdarah). Ada penyakit yang ada obatnya tapi tidak bisa disembuhkan (contohnya, darah tinggi dan diabetes). Terkait dengan HIV sekarang sudah ada obat antiretroviral (ARV) yaitu obat yang dapat menekan laju perkembangan HIV di dalam darah. Obat ini gratis karena ada bantuan dari donor asing.

Ada lagi pernyataan: ”Selain cek darah, pembinaan secara personal juga dilakukan, salah satunya imbauan agar menghindari tempat-tempat hiburan terlarang.” Ini yang disebut mitos (anggapan yang salah) karena tidak ada kaitan langsung antara penularan HIV dengan tempat-tempat hiburan. Penularan HIV melalui hubugnan seks bisa terjadi dalam atau di luar nikah jika salah satu atau keduanya HIV-positif dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama. Melakukan hubungan seks dengan pekerja seks langsung atau pekerja seks tidak langsung berisiko tertular HIV jika tidak memakai kondom. Ini fakta.

Epidemi HIV menjadi persoalan besar karena tidak ada tanda, gejala atau ciri-ciri yang khas AIDS pada fisik orang-orang yang sudah tertular HIV sebelum masa AIDS (antara 5 15 tahun setelah tertular HIV). Tapi, pada rentang waktu itu sudah bisa terjadi penularan HIV kepada orang lain melalui: (a) hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah, (b) transfusi darah yang tidak diskrining HIV, (c) cangkok organ tubuh yang tidak diskring HIV, (d) jarum suntik, jarum tindik, jarum tattoo, jarum akupunktur dan alat-alat kesehatan yang dipakai bergantian, dan (e) air susu ibu (ASI) pada proses menyusui.

Salah satu cara untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap HIV adalah memberikan informasi yang akurat tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV bukan dengan norma, moral, dan agama yang justru menyuburkan mitos. ***

* Penulis pemerhati masalah HIV/AIDS melalui LSM (media watch) ”InfoKespro” Jakarta (E-mail: infokespro@yahoo.com).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar