Jumat, 04 Juni 2010

Tanggapan terhadap Pernyataan Evis Listyoningsih dan Esih Juntasih di “Surat Pembaca” Harian “Lampung Post”

Oleh Syaiful W. Harahap*

Dua surat yang dimuat Harian “Lampung Post” di rubrik “Surat Pembaca” yaitu "Selamat Tinggal HIV/AIDS” (4 Desember 2009) yang dikirim oleh Evis Listyoningsih, Mahasiswa Mahasiswa FKIP Universitas Lampung dan dan “'Free Sex, Free Condom'” (5 Desember 2009) dikirim oleh Esih Juntasih, Mahasiswa Jurusan Bahasa Arab IAIN Raden Intan Lampung dan pelajar Hizbut Tahrir Indonesia, menunjukkan pemahaman yang jungkir balik terhadap HIV.

Sangat disayangkan kedua mahasiswi ini menanggapi HIV/AIDS sebagai fakta medis dengan norma, moral dan agama. Akibatnya, pemahaman terhadap HIV/AIDS pun tidak akurat.

Evis Listyoningsih menulis: “Inilah akibat gaya hidup bebas yang berkedok HAM dan demokrasi karena berlandaskan sekuler-kapitalis dalam memandang kehidupan ini. Munculnya HIV/AIDS ini tidak lepas dari peringatan Allah swt. karena kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia ....” Tidak ada kaitan langsung antara ‘gaya hidup bebas yang berkedok HAM dan demokrasi karena berlandaskan sekuler-kapitalis’ dengan penularan HIV.

Di negara-negara yang menerapkan kita suci sebagai UUD sehingga tidak ada industri seks dan hiburan malam tetap saja ada kasus HIV/AIDS. Ini saya kutip langsung dari blog seorang penulis Arab: “The Saudi government reported that in 2008 the number of AIDS patients in Saudi Arabia was 13,926 with 3,538 Saudis. An estimated 505 were Saudi females and 769 non-Saudi women. About 80 percent got the virus through sexual activity, 15 percent through blood transfusions and 5 percent unknown. Most AIDS victims are between the ages of 15 and 49, which is a disaster in a young country like ours.” [Sumber: http://saudiwriter.blogspot.com/2010/01/saudi-arabia-takes-step-backward-in.html]

Lagi pula penularan HIV melalui hubungan seks (bisa) terjadi di dalam atau di luar nikah kalau salah satu atau kedua-dua pasangan itu HIV-positif dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama. Sebaliknya, kalau satu pasangan dua-duanya HIV-negatif maka tidak ada risiko penularan biar pun hubungan seks dilakukan di luar nikah, zina, melacur, homoseksual, dll. Ini fakta (medis).

Begitu pula dengan Esih Juntasih yang mengatakan: ”Free sex, free condom. Inilah slogan-slogan yang telah ditawarkan pemerintah kita, yang telah nyata terbukti gagal dan bobrok dalam menanggulangi HIV AIDS dengan cara menggunakan kondom malah menumbuhsuburkan wabah penyakit HIV AIDS” jelas hanya opini. Pemerintah tidak pernah menyebarluaskan slogan itu.

Yang dikampanyekan (pemerintah) adalah penggunaan kondom pada hubungan seks berisko yaitu hubungan seks, di dalam atau di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan. Selain itu program ‘wajib kondom’ pun ditujukan kepada laki-laki ‘hidung belang’ karena tidak mungkin mengawasi perilaku (seks) setiap orang. Maka, yang dilakukan adalah memutus mata rantai penyebaran HIV yaitu melindungi diri pada hubungan seks yang berisiko.

Sebagai mahasiswi Anda menyampaikan pendapat tanpa fakta. Anda mengatakan: “ …. yang telah nyata terbukti gagal dan bobrok dalam menanggulangi HIV/AIDS dengan cara menggunakan kondom ….” Apakah ada penelitian bahwa semua laki-laki yang melakukan hubungan seks berisiko memakai kondom tetap tertular HIV? Biar pun kondom dikampanyekan belum tentu ‘hidung belang’ mau memakainya. Ini persoalannya! Bukan pada kondom tapi pada perilaku laki-laki ‘hidung belang’.

Dalam suratnya Esih Juntasih mengatakan: “Seharusnya kita kembali kepada aturan-aturan Sang Pencipta yang lebih tahu akan kebutuhan hamba-hambanya, coba pemerintah mengadakan larangan seks bebas (pezinaan), kemaksiatan, dan khamr (termasuk narkoba), dan segala jenis atau bentuk industri seks bebas dan narkoba harus diberantas habis, inilah cara jika pemerintah memang benar-benar ingin memberantas virus HIV AIDS, dan kembali menerapkan aturan-aturan Allah (syariah Islam) dalam seluruh aspek kehidupan agar keberkahan dan kebersihan hidup tanpa HIV AIDS segera kita rasakan.”

Tidak ada kaitan langsung antara ‘seks bebas’ atau perzinaan dengan penularan HIV. Kalau HIV menular karena ‘seks bebas’ atau zina maka sudah banyak orang yang tertular HIV karena banyak orang yang pernah dan sering melakukan ‘seks bebas’. Nah, Suadar-saudara yang pernah melakukan ‘seks bebas’, menurut Esih Juntasih, Anda sudah tertular HIV!

Maka, pernyatan Evis Listyoningsih: “Karena itu, untuk menyelamatkan generasi dari ancaman HIV/AIDS dan liberalisasi seks adalah dengan menegakkan solusi terbaik yang berasal dari Allah swt., yakni dengan menerapkan syariat Islam secara menyeluruh dalam segala aspek kehidupan termasuk mengatur pergaulan antara pria dan wanita. Dengan syariat Islam, selamat tinggal HIV/AIDS” hanya asumsi.

Penanggulangan epidemi HIV tidak bisa dilakukan dengan asumsi karena HIV/AIDS adalah fakta medis sehingga pencegahannya pun dapat dilakukan dengan teknologi kedokteran.

* Penulis pemerhati masalah HIV/AIDS melalui LSM (media watch) ”InfoKespro” Jakarta (E-mail: infokespro@yahoo.com).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar