Kamis, 22 April 2010

Mengandalkan Perda untuk Menanggulangi AIDS

Tanggapan terhadap Beritta ”KPA Banten Desak Segera Diperdakan HIV/AIDS” (Antara, 9 April 2010)

Oleh Syaiful W. Harahap*

Sampai sekarang sudah 33 daerah mulai dari provinsi, kabupaten dan kota yang mempunyai peraturan daerah (Perda) penanggulangan AIDS. Apakah ada hasilnya? Tidak ada. Nol besar.

Perda-perda itu tidak menyentuh akar persoalan dalam penanggulangan epidemi HIV karena dirancang sebagai ’perda moral’. Artinya, penanggulangan yang dikedepankan dalam perda itu hanyalah moral.

Padahal, penularan HIV merupakan fakta medis sehingga cara-cara pencegahannya pun dapat pula dilakukan dengan teknologi kedokteran.

Tapi, karena sejak awal epidemi masyarakat dunia mengait-ngaitkan penularan HIV dengan moral hanya karena kasus-kasus awal terdeteksi di kalangan laki-laki gay. Akibatnya, sampai sekarang HIV/AIDS selalu dikaitkan dengan norma, moral dan agama. Masyarakat pun hanya menangkap mitos (anggapan yang salah) tentang HIV dan AIDS.

Dalam berita disebutkan ” ..... mengingat penderita HIV/AIDS di Banten setiap tahun cenderung meningkat.” Cara pelaporan kasus HIV dan AIDS yang dilakukan di Indonesia adalah bersifat kumulatif. Artinya, kasus lama akan ditambah dengan kasus baru sehingga hasil akhir akan terus meningkat. Sampai kapan pun angka kasus HIV/AIDS akan terus melonjak karena sifatnya kumulatif.

Sampai Desember 2009 kasus HIV di Banten mencapai 1.296, sedangkan kasus AIDS 333, yang meninggal dunia sebanyak 82. Angka ini tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Kasus yang terdeteksi hanya sebagian kecil sehingga kasus-kasus yang belum terdeteksi akan menjadi ’bom waktu’ ledakan AIDS.

Ketua DPRD Prov. Banten Aeng Haerudin mengomentari usulan Program Officer KPA Prov Banten, Arif Mulyawan, “Ini penting untuk mengantisipasi agar penyakit tersebut tidak berkembang ke daerah lainnya di Banten.” Komentar atau tanggapan Ketua DPRD ini menunjukkan pemahaman yang tidak komprehensif tentang epidemi HIV.

HIV tidak menular melalui air, udara dan pergaulan sosial. Penyebaran HIV terjadi karena perilaku berisiko yaitu pernah atau sering melakukan hubungan seks tanpa kondom, di dalam atau di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK).

Kalau Pemprov Banten dan DPRD Prov Banten tetap ingin membuat perda penanggulangan AIDS maka yang perlu diatur adalah perilaku orang per orang dengan cara-cara yang realistis.

Misalnya, ada pasal yang menyebutkan: ”Setiap orang, laki-laki dan perempuan, wajib memakai kondom jika melakukan hubungan seks di dalam atau diluar nikah di dalam atau di luar wilayah Prov Banten dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan.”

Untuk mendeteksi penduduk yang sudah tertular HIV maka perlu pula ada pasal yang berbunyi: ”Setiap orang, laki-laki dan perempuan, yang pernah atau sering melakukan hubungan seks tanpa kondom di dalam atau diluar nikah di dalam atau di luar wilayah Prov Banten dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan wajib menjalani tes HIV.”

Kita tunggu saja, apakah perda penanggulangan AIDS yang ditelurkan Pemprov Banten kelak akan sama nasibnya dengan 33 perda yang sudah ada.


* Syaiful W. Harahap, pemerhati masalah HIV/AIDS melalui selisik media (media watch) LSM “InfoKespro” Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar