Kamis, 22 April 2010

Mengabaikan Laki-laki sebagai Penular HIV

Tanggapan terhadap berita “Mayoritas Pengidap HIV/AIDS Pekerja Hiburan Malam”, (Harian Jurnal Nasional, 26 Maret 2010).


Oleh Syaiful W. Harahap*


Agaknya, pemahaman terhadap epidemi HIV belum merata. Kondisi ini mendorong penyebaran HIV terus terjadi karena banyak orang yang tidak mengetahui cara-cara penularan dan pencegahan HIV yang akurat.

Dalam berita disebutkan “Mayoritas pengidap HIV/AIDS di Kota Tangerang Selatan adalah pekerja hiburan malam.” Di sini ada fakta yang luput dari perhatian yaitu orang yang menularkan HIV kepada pekerja hiburan malam.

Sebagai virus, HIV hanya menular melalui cara-cara yang sangat spesifik. Antara lain melalui hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah. Maka, orang-orang yang menularkan HIV kepada pekerja malam adalah laki-laki. Dalam kehidupan sehari-hari laki-laki yang menularkan HIV kepada pekerja hiburan malam bisa jadi seorang suami, pacar, selingkuhan, lajang, duda atau remaja yang bekerja sebagai pegawai, karyawan, pelajar, mahasiswa, petani, nelayan, sopir, kondektur, rampok, dll.

Laki-laki itulah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal antara penduduk. Bagi yang beristri akan menularkan HIV kepada istrinya, pasangan gelapnya atau pekerja seks komersial (PSK) serta pekerja hiburan malam. Yang tidak beristri akan menularkan HIV kepada perempuan yang menjadi pasangan seksualnya atau PSK dan pekerja hiburan malam.

Fakta inilah yang sering luput dari perhatian sehingga PSK dan pekerja hiburan malam yang selalu menjadi ‘kambing hitam’ dalam penyebaran HIV. Upaya Dinas Kesehatan setempat akan melakukan razia di sejumlah tempat hiburan malam tidak banyak manfaatnya dalam menanggulangi penyebaran HIV karena laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK dan pekerja hiburan malam tetap leluasa menyebarkan HIV di masyarakat.

Data di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan menunjukkan 97 kasus HIV/AIDS. Jumlah ini merupakan mata rantai penyebaran HIV. Sebelum seseorang terdeteksi HIV/AIDS berarti dia sudah tertular HIV antara 5-15 tahun sebelumnya. Maka, selama kurun waktu itu pula sudah terjadi penyebaran HIV tanpa mereka sadari. Ini terjadi karena tidak ada tanda atau gejala yang khas AIDS pada fisik seseorang yang sudah tertular HIV sebelum masa AIDS.

Langkah yang perlu diambil Pemkot Tangerang Selatan adalah meningkatkan penyuluhan dengan materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) HIV dan AIDS yang akurat. Masyarakat yang pernah melakukan hubungan seks dengan PSK atau pekerja hiburan malam tanpa menggunakan kondom dianjurkan untuk menjalani tes HIV.
Kian banyak kasus HIV dan AIDS yang terdeteksi maka semakin banyak pula mata rantai penyebaran HIV yang diputuskan. Orang-orang yang terdeteksi HIV dan AIDS pun bisa ditangani secara medis, seperti pemberian obat antiretroviral (ARV) dan substitusi narkoba dengan metadon bagi pengguna narkoba suntikan yang terdeteksi HIV. ***


* Syaiful W. Harahap, pemerhati masalah HIV/AIDS melalui selisik media (media watch) LSM “InfoKespro” Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar