Minggu, 01 Agustus 2010

Debat Kandidat Cagub/Cawagub Sulut

Tidak ada yang menawarkan konsep sebagai langkah konkret

Oleh Syaiful W Harahap

MATERI yang menjadi isu debat calon Gubernur dan Wakil Gubernur (cagub/cawagub) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) yang disiarkan MetroTV secara langsung Jumat (30/7) malam pekan lalu tidak memunculkan rencana tindakan nyata dari keempat cagub/cawagub jika kelak terpilih menjadi gubernur dan wakil gubernur di Sulut. Debat itu juga menunjukkan ketidakmampuan banyak orang membuat pertanyaan.

Dua panelis pun yaitu Dr Aviliani SE MSi, pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), dan Dr Yong Ohoi Timur, pakar etika dan filsuf dosen Institut Seminari Pineleng, lebih banyak membuang waktu memberikan pernya-taan sebelum menyam-paikan pertanyaan. Akibatnya, waktu banyak dihabiskan oleh panelis.

Begitu juga dengan keempat kandidaat yaitu 1 Ramoy Markus Lun-tungan-Hamdi Papu-tungan, 2 Stefanus Vreeke Runtu-Marlina Moha Siahaan, 3 Elly Engelbert Lasut-Henny Wullur, dan 4 Sinyo Harry Sarundajang-Djauhari Kansil juga tidak bisa memberikan pertanyaan ketika diberi kesempatan bertanya kepada kandidat lain.

Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) disebutkan debat adalah pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing. Tapi, dalam acara yang disebut debat itu yang muncul hanya retrorika dengan materi yang tidak mengakar. Padahal, masyarakat sebagai pemilih dalam Pemilu Kada Gubernur dan Wakil Gubernu yang akan dilangsungkan tanggal 4 Agustus 2010 mengharapkan rencana konkret dalam memajukan Sulut.

Pertanyaan sekitar upaya untuk menjaga kerukunan di Sulut keempat calon sama sekali tidak menyebutkan tindakan konkret yang kelak akan mereka lakukan. Bahkan, ada calon yang mengatakan akan kerja sama dengan polisi. Ini ngambang karena di mana pun di dunia ini tanpa diminta polisi akan menjadi pilar dalam menegakkan keamanan.

MENJAGA KEDAMAIAN

Suatu hari saya mengirim pesan singkat (SMS) ke Hendra Zoenardjy, Pemred harian ini. “Hendra, apakah kerusuhan di .... karena agama?” Pertanyaan ini saya sampaikan karena hanya ada dua provinsi di negeri ini yang tidak pernah ribut karena suku dan agama yaitu Sumatera Utara dan Sulawesi Utara. “Tenang, Bang. Tidak ada kaitannya dengan SARA.” Balasan Hendra itu melegakan saya.

Seorang teman yang memakai pakaian yang menutup aurat tercegang ketika melihat ada masjid dan gereja berdekatan di Bunaken. Selama ini bayangannya tentang Sulut sangat negatif. Perempuan itu kembalil tercegang ketika melihat orang-orang yang keluar dari gerja bersalaman dengan orang-orang yang keluar dari masjid. Ketika itu ada acara lembaga saya di Manado yang bertepatan dengan hari Paskah. Jika terjadi kerusahan karena SARA tentulah pemandangan yang penuh dengan kedamaian itu lenyap. Beban berat ada di pundak para pemimpin, eksekutif, legislatif dan pemuka masyarakat serta tokoh agama di Sulut untuk menjaga kedamaian di Sulut.

Sama sekali tidak ada langkah konkret yang disampaikan keempat pasangan kandidat dalam menjaga kedamaian di Sulut. Salah satu pasangan menyebut ’campur tangan Tuhan’ dalam menjaga kedamaian di Sulut. Ini tidak relevan karena semua daerah dijaga Tuhan, tapi manusianya yang berbuat onar. Saya sangat khawatir mendengar jawaban keempat pasangan kandidat cagub/cawagub Sulut dalam menjaga kedaiaman di Sulut. Tanpa langkah yang konkret kedaiaman di Sulut bisa pecah biar pun ada kandidat yang mengatakan ’Sulut sulit disulut’ karena rongrongan terhadap kedamaian beragama di negeri ini sangat kuat. Kalau hanya ’mengandalkan’ Tuhan tentu tidak realistis.

HIV/AIDS

Ada isu yang luput dari debat itu yaitu upaya penanggulangan epidemi HIV. Di banyak negara di Afrika AIDS memorak-morandakan sendi-sendi kehidupan masyarakat dan negara. Di Asia juga Thailand kelabakan menghadapi epdiemi HIV.

Indonesia lebih beruntung karena ada donor asing yang mendukung penanggulangan AIDS. Misalnya, sekarang obat antiretroviral (ARV) dan tes HIV gratis, serta dana penang-gulangan dari program Global Fund. Tapi, jika kelak tidak ada donor maka pembelian ARV, tes HIV dan biaya penang-gulangan akan didanai dari APBD.

Di Sumut seorang penderita HIV/AIDS menghabiskan dana Rp 3,6/bulan. Ini belum termasuk biaya perawatan dan obat-obatan jika dirawat di rumah sakit. Dengan 444 kasus Pemprov Sulut mengeluarkan dana Rp 19,2 milar/tahun. Bagaiman dengan Sulut? Dengan 619 kasus AIDS di Sulut saat ini diperlukan dana Rp 4,5 miliar/tahun hanya untuk membeli ARV. Biaya tes HIV, perawatan dan penanggulangan juga tidak sedikit yang akan menguras APBD. Kalau epidemi HIV tidak ditangani dengan langkah-langkah yang konkret maka kasus AIDS akan merebak di Bumi Nyiur Melambai ini sehingga menjadi beban berat di masa yang akan datang.

PARIWISATA

Selain itu debat pun sama sekali tidak menyinggung potenti pariwisata Sulut. Padahal, fakta menunjukkan sektor pariwisata tidak terpengaruh resesi dunia. Beberapa negara yang menjadi tujuan wisata di dunia meraup dolar di saat krisis ekonomi melanda dunia. Tingkat kunjungan wisatawan ke Sulut diperkirakan berkisar 1 juta/tahun. Ini sangat kecil jika dilihat dari potensi wisaya Sulut. Tentu saja hanya langkah yang konkret yang bisa meningkatkan devisa dari sektor pariwisata.

Salah satu objek wisata Sulut yang sudah mendunia adalah Bunaken. Ini pun bisa selamat berkat ’tangan dingin’ alm. Loky Herlambang yang kemudian memberikan Kalapataru (1985). Kepada penulis Loky menuturkan usahanya mengajak nelayan menjaga terumbu karanag dengan tindakan yang konkret yaitu menjadikan mereka berperan dalam sektor pariwisata sehingga penghasilan mereka tidak hilang biar pun tidak menjual karang.

Mata pencaharian utama di Sulut adalah sektor pertanian dan perikanan. Tapi, keempat kandidat sama sekali tidak membeberkan langkah konkret yang akan mereka jalankan jika kelak terpilih. Ini terkait pula dengan pertanyaan untuk mengenyaskan kemiskinan. Ada calon yang justru menempatkan dirinya sebagai ’sinterkelas’ dengan membagi-bagikan uang kepada rakyat miskin.

Cara itu jelas tidak akan berhasil karena sama sekali tidak membuka peluang untuk rakyat miskin meningkakan penghasilan. Padahal, pemberdayaan rakyat justru bisa dilakukan melalui sektor pariwisata, pertanian, dan perikanan. Sektor pertanian dan perikanan akan lebih berdayaguna jika dikaitkan dengan pengembangkan industri.

Bahan mentah yang dihasilkan sektor pertanian dan perikanan ditingkatkan nilainya melalui industri. Ini membuka lapangan kerja yang besar dan meningkatkan nilai jual dan daya saing di pasar lokal dan internasional. Sayang keempat kandidat tidak bisa memaparkan langkah konkret yang akan mereka jalankan kelak jika terpilih.

Jika kita berkaca dari debat itu, seperti juga debat kandidat di daerah lain, maka kita tidak bisa berharap banyak kepada mereka jika kelak terpilih karena tidak mempunyai konsep yang konkret. Ini menjadi catatan bagi KPU agar di masa yang akan datang debat kandidat menyampaikan konsep yang realistis dalam bentuk tulisan.(Penulis adalah koresponden khusus Harian Swara Kita di Jakarta)

URL: http://www.swarakita-manado.com/index.php/berita/berita-utama/15515-debat-kandidat-cagubcawagub-sulut.html
[Sumber: Harian ”Swara Kita” Manado, 2 Agustus 2010]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar